Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Perjuangan dan Cara Anak Saya Melawan Rasa Bosan Selama PSBB

18 Juni 2020   10:45 Diperbarui: 18 Juni 2020   20:52 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kesibukan anak selama di rumah. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Sudah tiga bulan terakhir, saya, bersama istri dan anak menghabiskan banyak waktu di rumah, guna mematuhi protokol pemerintah terkait PSBB, agar bisa menekan penyebaran virus covid-19 yang semakin masif di Indonesia, dalam beberapa waktu belakangan.

Segala sesuatunya dilakukan dari rumah. Bekerja, memesan makanan, dan bermain dengan anak. Sesekali saya keluar, sih, tapi hanya sekadar ke warung sayur atau pusat perbelanjaan bahan pangan, itu pun untuk membeli kebutuhan pokok seperlunya.

Bosan? Sudah pasti. Namun, protokol PSBB seperti jaga jarak, memakai masker, dan bepergian saat hanya dibutuhkan, wajib dilakukan untuk menjaga diri sekaligus menekan penyebaran covid-19, biar virusnya nggak tuman.

Sebagai orang yang sudah memasuki usia dewasa, saya dan istri sudah terbiasa menghadapi rasa bosan. Bisa mengantisipasinya dengan berbagai hal seperti streaming, mendengarkan lagu, bermain game, dan melakukan aktivitas lain yang dirasa menyenangkan.

Lalu, bagaimana dengan anak kami yang baru berusia tiga tahun? Ia belum terbiasa, bahkan belum tahu bagaimana cara menghadapi juga mengatasi rasa bosan. 

Apalagi, di masa keemasan, seorang anak sedang giat-giatnya eksplor, melakukan banyak kegiatan yang melibatkan fisik.

Sejak penyebaran covid-19 semakin masif di Indonesia, saya dan istri menekankan sekaligus memberi edukasi kepada anak kami bahwa, saat ini, kita semua sedang tidak bisa main ke luar rumah karena bahaya virus covid-19. Syukur, perlahan dia bisa memahami situasi dan kondisi saat ini dengan berdiam diri di rumah, melakukan segala aktivitas di rumah.

Ilustrasi anak sedang murung. Sumber: parenting.orami.co.id
Ilustrasi anak sedang murung. Sumber: parenting.orami.co.id

Sebagai orang tua, saya dan istri harus memutar otak agar anak kami tidak merasa jenuh di rumah. Dan selama tiga bulan terakhir, kami melakukan beberapa hal agar emosi anak dapat terjaga, rasa bosan bisa diatasi, dan tetap riang gembira. Intinya dengan mengajaknya bermain, bercanda, hingga berbincang.

Selain itu, ada banyak hal yang antara anak dan saya lakukan di rumah. Main mobil-mobilan, lompat-lompatan di kasur, main petak umpat, sampai main air di teras rumah. Meskipun terbilang sederhana, kami sama-sama menikmati hal tersebut. Tak

Kendati demikian, terkadang anak saya masih terlihat murung dan sedih. Dalam situasi tersebut, harus diakui saya, sebagai orang tua, pun ikut sedih. Nggak tega melihat anak terjebak dalam rasa bosan.

Saya coba mengajak anak berbincang dan berdiskusi bahwa, situasi dan kondisi sekarang ini memang sedang tidak baik-baik saja dan kita semua harus bersabar, melakukan kegiatan alternatif selama berada di rumah. 

Bukan untuk menakut-nakuti, justru agar sadar akan realita terkini. Sekaligus ingin mengedukasi agar bisa beradaptasi dan bertahan ketika berhadapan dengan situasi yang tidak diinginkan juga di luar dugaan.

Itu kenapa, rasanya sedih sekali ketika mengetahui, di luar sana, masih banyak orang ngeyelan yang berkumpul, jalan-jalan ke mal, hanya karena merasa bosan. 

Hal ini banyak dan sering terjadi, bahkan menjadi bahan berita di dunia maya juga media massa beberapa waktu yang lewat. Tentu lain cerita bagi para kaum pekerja atau banyak orang yang mau tidak mau harus ke luar rumah untuk bertahan hidup.

Saya sempat berpikir dan ingin misuh, apa artinya perjuangan anak saya selama tiga bulan terakhir berdiam diri di rumah, jika orang-orang di luar sana malah abai terhadap kesehatan dan keselamatan diri sendiri.

Pada titik tertentu, saya sempat berpikir, bisa saja saya melakukan cara serupa, abai dan tetap jalan-jalan ke berbagai tempat untuk melepas penat.

Akan tetapi, pemikiran tersebut hanya saya endap dalam angan, hal serupa urung dilakukan. Saya lebih ingin melihat anggota keluarga saya sehat dan terjaga, melakukan segala sesuatunya dari rumah. Dan saya pikir, perjuangan yang dilakukan anak saya selama hanya bermain di rumah tidak akan pernah sia-sia, selama outputnya baik.

Agar anak saya tetap terhibur dan hepi, sudah menjadi tanggung jawab saya sebagai orang tua untuk memberikan kebahagiaan sebisa, semampu, dan semaksimal saya. Dengan memaksimalkan peran orang tua selama di rumah, semoga anak tetap terhibur selama berada di rumah dan bonding menjadi lebih efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun