Perasaan yang sama juga saya rasakan ketika pada tahun 2008, motor pertama saya, honda supra fit yang dibelikan ibu dan bapak semasa SMA, dijual karena ada beberapa spare part yang rusak, yang kalau diservice akan mengeluarkan kocek cukup dalam.
Motor yang sudah menemani saya selama dua tahun, akhirnya harus rela dijual dan dilepaskan, bersamaan dengan banyak kenangan yang sudah terjadi. Antar-jemput pacar, dipeluk sama pacar, berantem sama pacar. Dan motor supra fit menjadi saksi bisu perjalanan bucin saya selama SMA.
Pada akhirnya, memiliki suatu barang dan dijual kembali suatu waktu, sudah seperti paradoks. Semua bisa terjadi karena motif yang beragam. Dan ketika kita sudah sayang dengan suatu barang, rasanya akan sulit sekali merelakan ketika barang tersebut hilang atau tidak lagi digunakan. Lalu, barang tersebut akan tergantikan dengan yang baru, membina kebersamaan, sampai akhirnya tidak digunakan lagi di kemudian hari. Bisa karena rusak, dijual, atau hilang.
Hal seperti itu, mau tidak mau akan kita alami dan rasakan seumur hidup. Walau sudah berkali-kali mengalami hal serupa, rasanya masih saja berat merelakan barang kesayanyan yang sudah lama bersama ketika harus dijual atau karena hilang.
Ah, ternyata perkara kehilangan barang kesayangan bukan hanya soal materi, tapi juga kenangan yang sudah dilalui.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H