Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Romantisasi (sebagai Pendengar) Radio dan Pilihan untuk Tetap Bertahan di Era Podcast

5 Februari 2020   18:00 Diperbarui: 6 Februari 2020   16:07 1802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pendengar radio: unsplash.com

Sampai dengan saat ini, saya masih terbilang rutin menjadi pendengar radio. Biasanya, saya mendengar beberapa saluran radio pada perjalanan pergi atau pulang kerja, juga di waktu senggang. Bisa juga dikategorikan sebagai kebiasaan sehari-hari yang sulit ditinggalkan.

Kali pertama saya menjadi pendengar radio adalah sewaktu SMP. Tujuannya sederhana, untuk mendengarkan beberapa lagu favorit pada masanya. Selain itu, ada beberapa segmen yang saya tunggu karena dirasa menarik. Entah karena lucu atau informatif.

Ada banyak hal menyenangkan yang dirasakan jika kita termasuk pendengar setia radio, dan saya rasa, hal tersebut tidak berubah dari dulu hingga sekarang. Beberapa diantaranya yang berhasil saya ingat rangkum adalah sebagai berikut:

#1: sensasi bahagia ketika lagu yang kita request diputar.

Pada waktu SMP saya terbilang cukup sering me-request lagu ke beberapa radio. Lagu yang diminta beragam, dari mulai genre pop hingga rock. Proses request pun terbilang cukup klasik dan ngangenin, via SMS atau telepon. 

Biasanya, penyiar radio akan memberi tahu nomor telepon yang bisa dihubungi. Melalui nomor tersebut, selain request lagu, biasanya juga akan dibuka sesi diskusi, berbagi cerita, dan lain sebagainya.

Hal tersebut saya alami sekira tahun 2005. Kala itu, tentu belum ada ponsel pintar berbasis android yang kini sangat mudah dibeli dengan ragam variasi.

Sekira 15-20 tahun lalu, untuk mendengarkan musik atau lagu favorit, yang bisa seseorang lakukan adalah membeli kaset atau CD dari penyanyi juga band favorit (termasuk VCD?) lalu memainkannya dengan menggunakan radio tape, pemutar musik (seperti walkman), dan VCD player.

Selain dari itu, tentu mendengarkan saluran radio dan menanti lagu favorit diputar menjadi alternatif banyak khalayak.

#2: meet and greet dengan para penyiar dan nostalgia kirim-kirim salam.

Pada masanya, selalu diadakan meet and greet antara para penyiar radio dengan pendengar setianya. Yang pernah saya lihat, acara diselenggarakan di suatu mal ternama di beberapa kota. 

Acaranya terbilang sederhana namun tetap memberi kesan kepada para pengunjung yang melihat maupun sekadar lewat. Ada sesi tanya jawab, pemberian hadiah, pesan dan kesan selama menjadi pendengar suatu saluran radio, dan lain sebagainya.

Tujuan dari diadakannya meet and greet ini tak jarang untuk mempertahankan engagement (kelekatan) antara penyiar dan pendengar. 

Harus diakui, cukup banyak pendengar yang berharap bisa bertemu langsung dengan penyiar favoritnya. Dan acara meet and greet ini merupakan waktu yang tepat untuk melihat penyiar secara langsung.

Saat ini, masih ada acara meet and greet antara penyiar dan pendengar setianya nggak, ya?

#3: lagu yang diputar di radio selalu terdengar menyenangkan dan tidak membosankan.

Bagi saya, ini adalah salah satu sisi "magis" yang dimiliki radio. Sadar atau tidak, banyak lagu yang diputar di radio selalu terdengar menyenangkan, padahal sewaktu didengar pada platform lain (MP3 player atau aplikasi musik online) rasanya sudah bosan. 

Sampai dengan saat ini, bahkan saya belum mengetahui alasan pastinya. Mau didengar saat sendiri, apalagi jika bersama-sama dengan orang lain, lagu yang diputar di radio akan selalu terdengar "wah", meski lagu yang kurang disukai sekalipun.

Memasuki era podcast.

Bagi beberapa teman saya, menjadi pendengar radio di zaman seperti saat ini terdengar tidak lumrah. "Hora umum", kata sebagian dari mereka. Betapa tidak, pada era 4.0, menjadi pendengar radio seakan sudah ketinggalan zaman. 

Padahal, saat ini banyak saluran radio yang mengikuti perkembangan zaman. Mulai dari pembuatan beberapa akun media sosial, channel YouTube, bahkan, ada saluran radio yang memiliki podcast-nya sendiri!

Hal tersebut seakan menjadi bantahan bahwa podcast lebih dari radio.

Ada beberapa orang di lingkar pertemanan saya yang mengklaim bahwa podcast jauh lebih menarik dibanding radio. Bagi saya, tergantung dilihat dari sisi mana. Radio ibarat paket lengkap dan sudah termasuk ada obrolan semacam podcast di dalamnya.

Sedangkan podcast yang saat ini sedang menjadi tren di beberapa kalangan sebaliknya, bagi saya, seperti bagian dari radio yang terpisah.

Namun, dari sisi hiburan, podcast pun sama-sama menarik. Tak jarang membahas isu terkini dari sudut pandang yang berbeda dan memunculkan banyak insight bagi para pendengarnya. 

Itu kenapa, pembahasan soal mana yang lebih baik antara radio dan podcast seakan tidak berimbang, karena keduanya memiliki segmentasi masing-masing.

Radio sangat kental dengan banyak nostalgia dan perlahan mulai mengimbangi perkembangan zaman, sedangkan podcast menawarkan inovasi serta pembaharuan. 

Rasanya, justru akan semakin menarik jika mengikuti perkembangan keduanya di era 4.0. Bukan soal persaingan diantara keduanya, lebih kepada bagaimana kita bisa menyerap segala informasi terkini dengan penuh suka cita, dari mana pun sumbernya. Selama segala sesuatunya bisa dipertanggungjawabkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun