Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Rasa Cemburu dan Korelasinya dengan Tingkat Kepercayaan Diri Seseorang

15 Januari 2020   07:40 Diperbarui: 15 Januari 2020   07:45 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama beberapa kali pacaran, saya selalu dihadapkan dengan permasalahan yang kurang lebih sama, siapa pun pasangannya, yakni cemburuan.

Saya selalu berdalih dengan alasan yang sama kepada pacar saya kala itu, "wajar, dong, kalau aku cemburuan. Namanya juga sayang dan nggak mau kehilangan".

Awalnya saya pikir itu adalah sebuah kalimat yang manis dan pacar saya pun seakan meng-iya-kan pembelaan tersebut. Namun, lambat laun pacar saya merasa aneh, bahkan dalam suatu kesempatan dia berkata bahwa saya posesif dan over-protektif.

Alih-alih cemburuan karena rasa sayang dan takut kehilangan, eh, malah sukanya melarang saat bepergian, entah sendiri atau bersama teman-teman, khususnya jika pergi dengan teman lelaki.

Pada saat itu, saya tidak bisa menyangkal hal tersebut. Saya cemburuan. Bukannya takut kehilangan, malah insecure dan seringkali berpikir negatif pacar melakukan hal yang tidak diinginkan dengan teman lelakinya---selingkuh.

Padahal, itu hanya pemikiran negatif dan bisa dikatakan tidak pernah terjadi. Bahkan, beberapa teman pacar sempat meragukan komitmen saya jika melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius---menikah.

Mereka berkata, "yakin mau nikah sama dia? Masih pacaran aja begitu. Apalagi kalau udah nikah?".

Hal tersebut memotivasi saya untuk mengurangi atau menghilangkan sifat cemburuan yang seakan sudah mendarah daging. Cemburu tentu boleh saja. Bahkan dalam porsi yang tepat, cemburu menjadi pemanis suatu hubungan. Jika berlebihan, tentu akan menjadi malapetaka.

Akhirnya, saya berkonsultasi dengan beberapa orang teman, termasuk juga pacar sendiri. Setelahnya, saya mendapat pencerahan atas kesamaan mereka dalam berpendapat dan memberi masukan.

Usut punya usut, setelah mengumpulkan masukan dan saran, selain berasal dari pemikiran negatif dan tidak beralasan, cemburu juga bisa berasal dari rasa kurangnya percaya diri dalam banyak hal. Utamanya, mengkhawatirkan segala sesuatu yang tidak perlu. Soal penampilan sekaligus kondisi finansial, misalnya.

Padahal, hal tersebut sewaktu-waktu bisa berubah atau diubah. Jadi, tidak perlu risau selama pasangan menerima.

Bukan hanya itu, selain selalu membandingkan diri sendiri dengan pencapaian atau kemampuan orang lain, saat merasa cemburu, saya merasa lelaki lain yang mencoba mendekati pacar saya kala itu memiliki kelebihan dalam beberapa aspek.

Ya, soal finansial, ketampanan, juga penampilan. Oleh karena itu, saya cukup sering merasa insecure saat pacar bercengkrama atau bertemu dengan lelaki lain di luar sana. Khawatir dia kecantol dengan pesonanya. Itu kenapa, di waktu yang bersamaan saya merasa insecure dan tidak percaya.

Pada titik tersebut, lagi-lagi kekhawatiran saya irasional dan tidak dapat dibuktikan. Yang ada hanya berburuk sangka kepada pacar dan membuatnya kecewa. Sebab, saya dianggap tidak memiliki rasa percaya kepada pasangan.

Kendati demikian, saya pikir bukan hanya saya seorang, sebagai lelaki, yang memiliki rasa cemburu berlebihan. Beberapa atau bahkan banyak lelaki ada kalanya berlebihan saat cemburu dengan pasangannya, hanya saja responnya yang berbeda-beda.

Ada yang ketika cemburu tiba-tiba menghilang tanpa kabar dan sok misterius, ada yang tidak memberi kabari sama sekali sampai dengan beberapa hari, tidak sedikit pula yang marah-marah dan menunjukkan kekesalannya.

Intinya, sih, hanya ingin sekadar diberi perhatian lebih saat merasa cemburu atau ngambek. Tanpa disadari, para lelaki terkadang menunjukkan sifat kekanak-kanakannya dengan cara demikian. Malu mengakui karena gengsi yang menyelimuti diri.

Secara perlahan, akhirnya saya berhasil mengatasi posesif selama berpacaran. Prosesnya terbilang tidak mudah karena harus membiasakan diri untuk mengontrol emosi pada saat mengetahui segala sesuatunya terjadi, khususnya saat pacar sedang ada urusan dengan seorang lelaki.

Sampai dengan saat ini, saya merasa masih harus mengelola rasa cemburu dengan sebaik mungkin. Meski dinarasikan sebagai sesuatu yang kurang baik, jika porsinya tepat rasanya akan menghasilkan sesuatu yang harmonis dengan pasangan.

Ya, jadi manja-manja mesra gitu, lah. Hehehe. Dan lagi, rasanya cemburu itu lumrah, setiap orang pasti memiliki tingkat kecemburuan masing-masing terhadap pasangannya.

Lagipula, ketika ada yang membuat cemburu atau ada masalah, baiknya langsung dibicarakan saja dengan pasangan.

Untuk apa dipendam jika hanya menghasilkan pertengkaran? Kan, lebih nyaman didiskusikan kemudian mendapat penjelasan sekaligus penyelesaian dari suatu masalah. Betul, toh?

Akhir kata, tidak perlu lah merasa cemburu hanya karena tidak percaya diri. Cemburu boleh saja, kalau ada perlunya selama sesuai dengan porsinya dan tidak berlebihan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun