Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menjadi Penonton MasterChef dan Pelajaran yang Dapat Diaplikasikan dalam Kehidupan Sehari-hari

11 Januari 2020   16:00 Diperbarui: 11 Januari 2020   16:01 922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto juri MasterChef: Brilio.net

Beberapa hari terakhir, saya sedang keranjingan menonton acara MasterChef di kanal YouTube officialnya. Untuk penonton baru seperti saya, rasanya wajar jika saya lebih banyak menonton via YouTube disamping saya seringkali ketinggalan untuk menonton secara langsung melalui saluran tv.

Bahkan, Saya menyempatkan diri untuk melihat aksi para kontestan sekaligus komentar dari Chef Juna, Chef Arnold, dan Chef Renatta sewaktu berangkat kerja, di waktu senggang, sampai sebelum tidur.

Jujur saja, awalnya saya kurang suka menonton acara ini, hanya mendengar segelintir alur ceritanya dari orang lain. Tapi setelah menonton beberapa episode-nya secara mandiri, lah kok seru juga dan akhirnya ketagihan.

Itu kenapa saya baru secara intens menonton ketika sudah season 6 dan menelusuri tayangan di beberapa season sebelumnya.

Komentar yang kebanyakan saya dengar dari orang lain setelah menonton MasterChef biasanya adalah tentang bagaimana para juri memberikan komentar yang cukup pedas kepada para peserta.

Di sisi lain, bagi saya itu sih normal saja. Toh, MasterChef kan kompetisi dan juri memiliki ekspektasi tersendiri terhadap para kontestan. Ya, wajar saja jika juri seringkali memberi arahan ini-itu. Kan agar mendapatkan hasil, cita rasa sekaligus kreasi makanan, juga pemenang yang terbaik.

Selain itu, dari banyak hal yang diperbincangkan, entah soal penilaian menu masakan sampai dengan attitude para kontestan, ada beberapa hal menarik dan insight yang saya dapatkan ketika menonton MasterChef, dan bagi saya bisa diaplikasikan untuk kehidupan sehari-hari. Berikut beberapa diantaranya yang layak untuk di-notice oleh khalayak:

"Jangan memberi makanan yang tidak mau dimakan oleh diri sendiri".

Pesan ini beberapa kali disampaikan oleh Chef Arnold kepada para kontestan yang membuat menu masakan yang mereka sendiri tidak ingin memakannya. Biasanya, kalau memang tidak suka atau ada alasan lain (seperti kesehatan, misalnya) masih ditolerir. Lha, ini benar-benar nggak mau memakan tanpa alasan dan hanya geleng-geleng. Ya, wajar jika Chef Arnold menyampaikan hal demikian.

Kalimat itu, jika disederhanakan kembali dalam kehidupan sehari-hari bisa berarti "perlakukan lah orang lain sebagaimana ingin diperlakukan". Kalau nggak mau dipukul, ya jangan memukul orang lain, lah. Jika kita berbuat baik sama orang di sekitar, kebaikan itu akan berbalik juga kepada kita.

Prinsip fair (jika rasa masakan enak diberi pujia , nggak enak ya dievaluasi).

Banyak penonton MasterChef yang merasa dongkol karena komentar para juri dianggap terlalu menyakitkan bagi para kontestan. Apalagi jika hasilnya dianggap tidak enak dan memiliki perpaduan antara bahan baku dan bumbu yang tidak cocok. Padahal jika mau menyadari, para juri pun tidak akan segan memberikan pujian untuk masakan yang rasanya enak. Jadi, fair enough, kan?

Kebiasaan ini yang perlahan mulai memudar dalam pergaulan kita pada saat ini. Boro-boro memberi pujian ketika seseorang melakukan hal yang baik, malahan kebanyakan orang saat ini lebih senang mencerca meski seseorang telah melakukan hal baik sekalipun. Jika berbeda pandangan apalagi melakukan kesalahan (meski sudah melakukan kebaikan), ujung-ujungnya ya akan kena julid juga.

Menjaga attitude yang baik di setiap kegiatan dan kesempatan.

Selama menonton beberapa episode MasterChef, beberapa kali saya melihat kontestan ditegur oleh juri karena masalah attitude. Entah terlihat tidak serius atau terkesan menyepelekan ketika diberi arahan. Padahal, mau di mana pun, attitude itu salah satu hal yang fundamental juga penting. Mau bagaimana pun, idealisme bisa jadi penting, namun jangan lupa untuk menerima arahan ketika melakukan kesalahan. Mengingat kerendahan hati itu penting diaplikasikan di dalam berbagai kegiatan.

Dengan segala drama yang ditampilkan pada setiap episode di acara MasterChef, saya pikir tiga poin itu dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan cukup relate dengan kondisi sosial saat ini. Lagipula, belajar dan mendapatkan insight dari sesuatu itu kan bisa dari mana saja, termasuk dari acara kompetisi memasak. Siapa tahu, kita jadi mudeng akan sesuatu.

Sampai dengan saat ini, saya masih nonton MasterChef secara rutin melalui kanal YouTube resminya. Meski format kompetisi dan alur cerita kurang lebih sama, ketegangan pada acaranya selalu menjadi sensasi tersendiri. Lagipula, selain para kontestan, para juri selalu bisa memberikan komentar yang menarik. By the way, saya mulai ngefans sama Chef Renatta. Pokoknya, tiada hal yang lebih penting selain harta, tahta, dan Chef Renatta! Eh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun