Sebagai seorang recruiter, sudah menjadi tugas dan kewajiban saya mewawancara para kandidat, melakukan proses dari awal hingga akhir sampai dengan tanda tangan kontrak.
Sebagian orang bilang, nasib para kandidat tergantung dari keputusan awal yang saya buat, sebelum prosesnya dilanjutkan ke tahapan berikutnya (psikotes dan wawancara final). Padahal, semuanya bergantung kandidat pada saat mengikuti wawancara awal.
Mau bagaimana pun, saya wajib memberi penilaian secara objektif, berdasarkan kemampuan yang dimiliki dan menyesuaikan kualifikasi dari perusahaan.
Oleh karena itu, dibanding disebut atau diberi label sebagai penentu nasib, rasanya akan lebih bijak jika seorang recruiter diibaratkan sebagai jembatan penghubung antara kandidat dan perusahaan. Cukup objektif dari kedua sisi, bukan?
Dalam proses pencarian kandidat, ada beberapa cara yang biasa saya lakukan, bisa melalui portal pencarian kerja, LinkedIn, atau bahkan referensi dari teman.
Jika data yang dibutuhkan dirasa masih kurang memuaskan atau masih memerlukan pencarian data kandidat tambahan, biasanya saya akan mengikuti job fair atau biasa juga disebut dengan bursa kerja.
Sampai dengan saat ini job fair yang saya ikuti di antaranya ada yang diselenggarakan oleh pemerintah, pihak swasta, juga dari kampus atau sekolah. Semuanya tergantung dan kembali pada kebutuhan.
Sederhananya dan dari sudut pandang saya, job fair merupakan acara alternatif bagi para pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan ideal (sesuai yang diinginkan atau dibutuhkan) bagi mereka.
Ditambah, tidak perlu repot-repot print banyak surat lamaran dan menghambur-hamburkan uang, seperti yang dikeluhkan oleh demonstran di Karawang beberapa waktu lalu terkait sulitnya mendapatkan pekerjaan
Kebanyakan dan rata-rata hanya menulis data diri pada daftar hadir suatu perusahaan, dikirim via email, atau soft copy CV dari flashdisk, baik ditulis pada kolom kertas maupun pada laptop.