Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengorbanan Para Orangtua demi Memenuhi Permintaan Anak-anaknya

2 Januari 2020   17:17 Diperbarui: 2 Januari 2020   17:24 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto orang tua hanya mendampingi anaknya makan di restoran cepat saji: Jhunnel Sarajan via Kapanlagi.com

Setiap orang tua berharap ingin memberikan yang terbaik bagi anaknya dengan cara apa pun. Kita juga pasti sudah familiar dengan ungkapan dari para orang tua yang berkata "nggak apa-apa saya makan seadanya, yang penting anak saya makan enak dan cukup". Dengan atau tanpa berkata seperti itu pun, banyak orang tua yang secara tersirat melakukan banyak hal demi kebahagiaan anak.

Kata orang, suatu tangkapan kamera dapat berbicara akan banyak hal. Mungkin ungkapan tersebut cocok digunakan ketika di Twitter dan Instagram berseliweran foto seorang bapak terlihat cukup tua sedang duduk berdua dengan seorang anak di salah satu restoran cepat saji ternama. Sang anak makan dengan gembira dan terlihat sumringah, sang bapak hanya melihat tanpa memesan satu menu pun. Mereka berdua berpenampilan sederhana.

Foto orang tua hanya mendampingi anaknya makan di restoran cepat saji: Jhunnel Sarajan via Kapanlagi.com
Foto orang tua hanya mendampingi anaknya makan di restoran cepat saji: Jhunnel Sarajan via Kapanlagi.com
Tak heran jika banyak asumsi pada kolom reply pada foto tersebut. Kebanyakan berkomentar bahwa itu adalah pemandangan yang membuat haru dan mengingatkan mereka kepada ketulusan orang tua saat merawat mereka sewaktu masih kecil, lebih khususnya lagi ketika tidak memesan makanan karena mengaku masih kenyang sampai dengan menyisihkan makanan karena berpura-pura tidak suka dengan makanannya atau berkata masih kenyang.

Banyak yang mengaku, di luar dari kondisi ekonomi pada waktu itu memang sedang sulit, mereka pun menyadari sebetulnya orang tua menyukai menu tersebut atau sedang lapar. Namun karena kondisi keuangan tidak mencukupi serta memadai, jadi banyak orang tua yang berkorban, mendahulukan anaknya dibanding dirinya sendiri. Setibanya di rumah, para orang tua ini malah dengan lahapnya makan lauk seadanya di rumah sampai dengan hanya makan mie instan, yang penting kebutuhan pangan terpenuhi.

Hal tersebut juga pernah saya alami sewaktu kecil, bagaimana kedua orang tua saya mengalah dan tidak memesan menu apa pun saat saya meminta makan di salah satu restoran cepat saji. Karena terbilang masih anak-anak, dahulu saya hanya mengiyakan apa yang mereka katakana, katanya masih kenyang. Setibanya di rumah, Bapak langsung melahap rebusan singkong yang menjadi camilan favoritnya.

Kejadian itu masih membekas di ingatan saya hingga kini. Dan kini, saya baru memahami apa yang dilakukan Bapak adalah sebuah tindakan patriotik dari sosok orang tua yang rela menekan egonya demi anak. Maka tidak berlebihan jika saya menobatkan Bapak dan Ibu sebagai pahlawan kehidupan di hidup saya. Rasanya, kata terima kasih saja tidak akan cukup untuk membalas segala kebaikan mereka.

Kejadian semacam itu terjadi beberapa kali dalam hidup saya yang pada masanya kondisi ekonomi orang tua sedang sulit namun tetap berusaha mengabulkan apa yang saya inginkan. Entah berupa sandang pun pangan.

Hingga kini saat saya sudah bekerja dan ingin membalas kebaikan perihal membelikan makanan yang orang tua sukai, seringkali saya dilarang dan berkata lebih baik uangnya ditabung saja. Padahal, maksud saya, meski dengan uang seadanya saya pun ingin seperti mereka yang pada masanya berpura-pura memiliki banyak uang dan membahagiakan saya sebagai anaknya dengan hal sederhana. Sederhananya, membalas budi.

Roda kehidupan berputar, kini saya menjadi orang tua yang harus siap menafkahi anak. Memberinya segala fasilitas yang mumpuni serta paripurna agar kebutuhan serta keinginannya terpenuhi. Bukan untuk memanjakan apalagi tidak menghargai usaha dan perjuangan, lebih kepada ingin membalas kebaikan orang tua yang belum sempat terlaksana, meneruskan dan mewariskan segala kebaikan yang ada kepada buah hati.

Saya tidak serta merta berharap hutang kebaikan tersebut dianggap lunas, sampai kapan pun segala kebaikan orang tua sudah pasti tidak akan terbalas. Jika memang kasih anak diibaratkan terbatas hanya sepanjang jalan, paling tidak batasan tersebut bisa tergantikan dengan doa yang tulus untuk kebahagiaan juga kesehatan orang tua.

Dari kejadian tersebut, saya semakin percaya bahwa kasih orang tua kepada anak itu tak terhingga, sepanjang masa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun