Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Analisis Diri Ketika Keinginan Menulis Menurun: Berdamai dengan Tujuan dan Pemikiran

31 Desember 2019   09:30 Diperbarui: 31 Desember 2019   10:22 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya mulai gemar menulis sejak memasuki masa kuliah pada tahun 2009. Kala itu, saya diminta membuat akun blog oleh salah satu dosen untuk pengumpulan tugas esai, kemudian link pada laman blog dikirim via email. Tidak lupa juga menyertakan sumber jika memang ada info dari media lain seperti buku, jurnal, artikel, dan lain sebagainya. Sebagai pengingat juga bahwa, setiap karya itu berharga dan dalam rangka belajar menghargai usaha orang lain.

Berawal dari hal tersebut, saya merasa menulis adalah sesuatu yang menyenangkan dan patut dijadikan salah satu hobi seumur hidup. Pada masanya, saya menulis apa pun yang diinginkan, kebanyakan sih soal curhat keseharian, kegiatan kuliah, sampai dengan percintaan. Saya pun seringkali mengecek trafic pada blog secara berkala, perasaan senang selalu berbanding lurus dengan banyaknya jumlah pembaca pada suatu artikel yang saya buat. Semacam reward bagi saya yang kala itu sedang antusias menulis.

Kebiasaan menulis pun terbawa hingga kini. Tidak peduli bagus atau tidak, yang penting tidak menyebar kebohongan atau menebar permusuhan, dan tetap menjadikan menulis sebagai salah satu cara untuk katarsis---melampiaskan emosi dan segala keresahan. Sampai akhirnya saya menemukan media online yang mewadahi tulisan juga opini dari para penulis sesuai dengan rubrik yang disediakan. Tentu dengan seleksi terlebih dahulu dari redaktur.

Awal mula, saya hanya menjadi pembaca setia saja, lama-kelamaan, ada rasa ingin mencoba mengirimkan naskah kepada redaktur sama seperti penulis atau kontributor lain. Siapa tahu tulisan saya ditayangkan---selain akan mendapatkan honorarium pastinya. Lagipula, siapa yang tidak senang mendapatkan honor dari sesuatu yang disukai? Pasti akan ada kebanggaan dan nilai lebih. Apalagi agar tulisan tayang, perlu usaha lebih dalam memikirkan judul, diksi, penyusunan kata, opini, dan lain sebagainya.

Awal mula cerita adalah pada akhir 2018. Kala itu, saya berniat aktif menulis kembali di tahun 2019 setelah kurang lebih vakum selama empat tahun. Akhirnya, saya mulai menulis kembali di blog pribadi. Karena terbiasa menulis mengenai keresahan pribadi, akhirnya saya menulis tentang apa saja yang saya alami juga temui selana bekerja sebagai rekruter. Tentunya berkaitan dengan pencari kerja. Perlahan saya berpikir, kenapa tulisan saya tidak dicoba untuk dikirim ke media online yang, jika artikel ditayangkan, akan mendapat honorarium. Pikir saya, lumayan untuk tambahan uang saku.

Saya menjadi terbiasa menulis kapan pun, di mana pun.

Kemudian, saya mencoba peruntungan pertama pada bulan Mei 2019. Siapa sangka, tulisan saya terbit. Hal tersebut seakan menjadi reward bagi saya, dan berlangsung selama bulan setelahnya. Artikel saya beberapa kali diterbitkan. Secara keseluruhan, banyak artikel yang saya kirim, pastinya banyak pula artikel yang ditolak oleh redaktur. Utamanya karena kurasi atau kecerobohan saya. Namun, saya tidak menyerah dan tetap menulis.

Ada kalanya beberapa artikel yang saya kirim ke media online tidak tayang sama sekali, bahkan selama hampir dua minggu. Dalam satu hari, saya mengirim satu artikel (esai) yang berisikan minimal 600 kata. Artinya, ada sekitar 14 artikel yang bisa dikatakan belum layak tayang. Hal tersebut membuat saya enggan untuk menulis sementara waktu, karena merasa tidak mendapat reward. Perlu dijadikan catatan, reward tidak melulu soal materi. Bagi saya yang baru gemar menulis kembali, ternyata artikel yang ditayangkan oleh media online pada laman web-nya sudah menjadi reward tersendiri dan tiada dua.

Sampai akhirnya saya berpikir, apa yang salah dari tulisan saya? Sejelek itu kah pemilihan tema sekaligus isi tulisannya? Saya berpikir demikian, tentu selain karena banyak penulis yang isi tulisannya bagus dan layak tayang.

Pada akhirnya, saya merenung. Memikirkan apa yang salah dengan diri saya.

Sebelumnya, saya begitu luwes menulis di blog pribadi, tanpa beban apa pun, tanpa mengharapkan apa pun. Namun, begitu mengenal honorarium dari artikel yang dikirim ke media online, rasanya saya memiliki ambisi untuk selalu mengirimkan artikel, berharap ditayangkan, lalu mendapat honorarium. Tidak ada yang salah dengan suatu ambisi, saya pikir, bahkan ambisi bisa membawa saya ke tingkat yang lebih baik. Namun, ambisi harus diimbangi dengan usaha dan kerja keras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun