Jawaban yang di satu sisi menarik, pada sisi yang lain tentu "nyeleneh".
Soal membalas email, beberapa anak milenial ini memang paling tahu, bagaimana cara yang paling efektif, khususnya ketika apply lamaran kerja.Â
Saya pernah menerima email lamaran kerja dari satu kandidat yang tertujunya untuk banyak perusahaan, salah satunya untuk saya, kalau tidak salah hitung, sekitar 20 perusahaan. Sangat efisien sekali, dia tahu cara menerapkan peribahasa, "sekali dayung, dua, tiga pulau terlampaui."
Masih perihal membalas email. Pernah suatu ketika saya kirim undangan untuk wawancara kerja, sebagaimana biasa, saya perkenalan diri dulu, dapat data dirinya dari mana, lalu informasi mengenai jadwal dan lokasi, penutupnya apa saja yang harus dibawa dan tidak lupa ucap terima kasih. Kandidat ini hanya jawab, "I will." Ketika itu saya langsung cek email berulang kali, salah-salah, saya malah bertanya, "will you marry me?".
Masih berbekas, ada satu kejadian dua orang kandidat yang saya infokan secara langsung, mereka berdua lolos dan akan dijadwalkan untuk sign contract. Mereka berdua dengan kompak menolak, bukan karena gaji, bukan soal sistem kerja, akhirnya saya tanya,
"Kalau boleh tahu, kenapa kalian menolak untuk sign contract, ya?"
"Gini, Mas, kami berdua dari kuliah, urus skripsi, sampai bimbingan dosen selalu berdua. Sekarang, kami berdua memang diterima, tapi kami ga bisa join karena kami beda project (klien), nanti kami ga bisa bareng-bareng lagi."
Saya langsung terperanga dengar alasannya, dan langsung spontan lanjut bertanya,
"Loh? Kalian kan masih satu kantor walaupun beda project? Apa bedanya?"
"Iya, Mas. Kami memang masih satu kantor, tapi nanti ga bisa berangkat dan pulang bareng lagi."
Yang ada dalam pikiran saya adalah, sampai kapan mereka mau berduaan seperti itu?