Lamunan Midun buyar tatkala 2 kambingnya mengembik karena tersedak alang-alang. Tanpa disadarinya, di sebelah kanan kambing sudah ada Acil---anak penggembala kambing dari desa sebelah.
"Cil, Acil. Sini," panggil Midun.
"Apa, Om?" Acil meletakkan sabit dan berjalan menuju Midun dengan langkah ragu-ragu.
"Sudah banyak rupanya kambing-kambing kamu, Cil."
"Cuma 30, Om. Kemarin ada yang lahir dua."
"Wah-wah, selamat."
"Om lagi ngapain? Tumben duduk di sini. Biasanya mancing di sungai."
Meski jadi penggembala kambing, Acil bertubuh gemuk dan tampak segar. Tiga kali tubuh Midun. Umurnya terpaut 15 tahun dari Midun yang di hari itu berumur 25 tahun.
"Om mau menawari kamu 2 kambing dan piala. Mau?"
Pupil mata Acil seketika membesar. Bagai ketiban durian, ia langsung bilang "mau" tanpa basa-basi.
Transaksi pun berjalan lancar. Buru-buru, Acil menggiring kambing-kambingnya melintasi padang alang-alang, menuju rumah---niatnya mau berkabar ke ibu-bapak---setelah berterima kasih pada Midun.