Mohon tunggu...
P. Yanuar Seto Charisma
P. Yanuar Seto Charisma Mohon Tunggu... karyawan swasta -

simpel

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

POPSILA - Pembentukan Mental Bukan Semata-mata Orientasi

14 Juli 2012   18:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:57 1440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1342291097256239308

Kenangan pertama kali masuk sekolah adalah di jenjang SMU. Kebetulan saya masuk di salah satu SMU swasta favorit di Semarang yang terkenal dengan pendidikannya yang bebas namun disiplin. Banyak yang mengidamkan masuk ke sekolah ini, dan dari SMP saya hanya tiga orang yang berhasil masuk ke SMU ini, dua orang laki-laki termasuk saya dan satu orang perempuan. Sungguh diluar dugaan saya  karena dari hari pertama sampai dengan hari terakhir selama tujuh hari, kami benar-benar ditempa dan diubah paradigma berpikir kami. Pagi hari sampai jam 14.00 WIB setiap harinya adalah materi kelas yang diisi oleh guru-guru, dari mulai perkenalan sampai dengan penataran P4. Normal saja tekanan darah kami anak-anak baru saat hari pertama yang diisi dengan perkenalan wali kelas dan dilanjutkan perkenalan masing-masing murid. Sampai saat bel pulang berdering, masih stabil saja kondisi emosi saya. Lalu kami dikumpulkan di aula untuk diberikan pengarahan acara sore hari yang dimulai pukul 15.00 WIB. Ternyata sama seperti yang saya bayangkan, kami harus mencari atribut ini dan itu untuk dibawa sore nanti. Pukul 15.00 WIB pun tiba. Semua murid baru dengan atribut di tas karung goninya dan wajib membawa sepeda onthel atau "pit kebo" (jawa), berjajar rapi tanpa tau apa yang akan terjadi dibalik gerbang Parkir Barat, demikian para kakak kelas menyebutnya, karena gerbang Parkir Barat masih ditutup menunggu komando dibuka. Tak lama murid-murid baru menunggu, tiba-tiba terdengar suara nyarg gerbang Parkir Barat dipukul dan kemudian dibuka. Mulai dari situ pikiran saya sudah mulai kacau, ada apa gerangan nanti, akan diapakan kami nanti. Setelah kami semua masuk dan memakai atribut, kami dibawa ke lapangan kecil yang berada di depan kelas-kelas. Kakak-kakak orator sudah menanti kami disana dengan tampang yang bisa dikatakan jauh dari bersahabat. Mulai dari situ selama tiga jam kami digembleng dengan metode yang cukup unik. Saya rasa kawah Candradimuka kalah panas dengan kondisi kami saat itu. Selama satu minggu itu banyak hal yang menguji mental kami para murid baru. dari berbagai macam atribut yang hampir diluar akal, tugas-tugas yang tidak mungkin diselesaikan dengan sepuluh jari setiap harinya, penyampaian materi dengan gaya yang cenderung keras, sangat membuat stres kami para murid baru. Brain storming dengan metode yang menjadi tradisi SMU kami memang cukup efektif dan menimbulkan kesan yang dalam. Materi yang disampaikan sejalan dengan visi misi dan nilai-nilai yang mendasari SMU kami. Hasil masa orientasi itu benar-benar saya rasakan setelah saya terjun ke dunia luar, dunia pekerjaan. Ketika saya dihadapkan dengan tugas pekerjaan yang sangat tidak masuk akal, saya teringat saat orientasi yang kami namakan POPSILA dimana tugas yang berat sekalipun dapat saya selesaikan. Dari situ timbul insight dan semangat untuk menyelesaikan tugas pekerjaan yang sempat stagnan tadi. Saat saya bertemu dengan kaum yang tidak mampu, teringat saat kami diharuskan makan makanan yang campur aduk dan mungkin kucingpun tidak mau menyentuhnya. Namun hal tersebut mengasah afeksi saya di kehidupan sosial saya, ketidaktegaan melihat kaum tidak mampu selalu mendorong saya untuk berbuat walaupun sedikit untuk mereka (nilai option for the poor berhasil tertanam). Saat menemui rekan kerja yang rasa kesukuannya cukup kuat, saya teringat ketika saya dan teman-teman murid baru dipisah dengan alasan akan di data, siapa yang Jawa, Batak, Ambon, dan sebagainya. Pada saat itu kami hanya menurut saja terbagi-bagi sesuai arahan. Namun setelah pembagian itu selesai, kami dikumpulkan kembali dan di brain storming bahwa di SMU kami tidak ada yang namanya Jawa, Batak, Ambon dan lain-lain, yang ada hanyalah satu, kalian semua INDONESIA. Masih terekam dengan jelas nasihat kakak orator di kepala saya sampai sekarang (15 tahun telah berlalu). Masih banyak lagi kenangan selama masa POPSILA yang membentuk saya menjadi seorang yang berubah cara pandang, tingkat afeksi dan pergaulan menjadi saya yang saya rasa lebih baik dari saya yang dulu. Kebebasan yang bertanggung jawab menjadi dasar kami. Sumbut kata pepatah Jawa. Mengakhiri tulisan ini, bait Mars kami yang mempunyai spirit : #Kolese kita Loyola/Perguruan tercinta/Mengasuh manusia sejati/Menuju jiwa yang luhur/ Cinta ilmu/Olah raga/Seni dan budaya/Pikiran dan kehendak hati dilatih/Secara teratur/ Arah tujuan pra putra/Murni pernuh susila/Mengabdi bangsa/Karna Tuhan/ Cinta bangsa/Sluruh nusa/Penuh cita-cita/Slamanya kita usahakan supaya/Berbudi yang luhur# berlatih mengetik bukan menulis salam untuk seluruh Keluarga Besar Kolese Loyola Semarang -Ad Maiorem Dei Gloriam-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun