Mohon tunggu...
Nur Setiono
Nur Setiono Mohon Tunggu... lainnya -

Pensiunan swasta yang senang mengamati kehidupan sosial/kemasyarakatan. Sok merasa sibuk. Iseng suka tulas tulis kecil. Ngebanyol OK (tapi bukan pelawak). Serius gak ketinggalan (tapi bukan pakar). Berdomisili di pinggiran Jakarta Timur

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Jujur Berbuah Musibah [Humor Kompasianer]

4 Agustus 2015   00:29 Diperbarui: 4 Agustus 2015   00:31 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

           Seorang Kompasianer ngetop ini gak mau disebut namanya. Karya postingannya di Kompasiana gak kalah produktif dengan Kompasianer kaporit, eh…. pavorit, Pakde Katono. Dia terkenal humorist, penyabar, sangat jujur dan selalu perfikir positif terhadap siapapun, termasuk orang yang baru dikenalnya. Kedatipun dia acap kali kena tipu lantaran prilaku positifnya tersebut diatas, namun sifat baik semacam itu tetap dipertahankan bahkan ditularkan kepada isteri dan ketiga anaknya yang mulai beranjak dewasa. Namun sayangnya dia rada-rada sombong, haus pujian dan senang pamer atas apa yang dia punyai.

Ehm….ehm, ….. suatu hari sang Kompasaner tersebut mendapat undangan untuk memberikan tausyiah atau ceramah guna pencerahan dihadapan ratusan ex nara pidana (napi) korupsi, alumnus KPK yang baru saja keluar atau bebas dari ruang berjeruji besi alias Penjara Sukamiskin Bandung, dengan mengusung thema : “JUJUR BERBUAH MUJUR, BERFIKIR PISITIF JANGAN SELEKTIF”. Mereka, mantan para napi umumnya sekarang pada jatuh miskin, bergelandangan di berbagai sudut kota jadi peminta minta dan tidurnyapun di emperan toko. Sungguh sangat tragis nasib mereka, kini kualitas kehidupannya bertolak belakang dibanding saat mereka masih jaya, jadi pejabat penting bergelimang harta hasil korupsi.

Lazimnya dalam suatu acara, sang pembicara sebelum masuk ke pembahasan topiknya akan memperkenalkan jati dirinya terlebih dahulu. Agar terkesan jujur dan selalu berfikir positif, sang Kompasianer memperkanalkan nama lengkapnya dengan sedikit ulasan biografinya, kemudian nama nama seluruh anggota keluarganya (isteri + anak anaknya) serta alamat lengkap rumah beserta kode pos dan nomor teleponnya. Disamping itu supaya terkesan familiar, secara basa-basi dia mempersilahkan para partisipan untuk datang kerumahnya, “Kalau ada waktu silahkan anda mampir kerumah saya untuk sekedar rehat minum kopi. Setiap saat saya beserta keluarga ‘well come’ kok terhadap siapapun”. Demikian ucapan gombal yang meluncur dari mulut ndowernya pada ujung ritual perkenalannya.

“Bla….bla…bla….," dengan kepiawain beretorika, paragraph demi paragraph atas materi yang dibawakanya diurai secara gamblang dan lengkap. Tepuk tanganpun bergemuruh tak henti hentinya sebagai pertanda bahwa makalah yang dibawakannya berkenan di hati seluruh peserta yang hadir.

Tanpa terasa, acara tausyiah sudah berlangsung hampir 4 jam, tanpa istirahat sedetikpun, kecuali saat nyeruput air putih dan menyantap nyamik’an berupa pisang, singkong dan ubi rebus 0,5 mateng yang disediakan panitya.

Sebelum acara diakhiri, ada beberapa pertanyaan dari hadirin yang musti dijawab, a. l :

  • Soal pekarjaan tetap sang Komapsianer, dia menjelaskan dengan penuh antusias bahwa pekerjaan pokoknya adalah sebagai penulis merangkap komentator di Kompasiana.com. Meskipun tanpa dibayar seperakpun, bahkan saat menghadiri acara Kompsianival ingin minum kopipun harus membedah dompetnya sendiri di café sebelah, namun semangat untuk menulis dan memberi komen cengengesan tidak pernah kendor.
  • Soal contoh kongkrit perilaku jujur sang Kompasianer, dia mengungkapkan seperti begini : “Jujur saya katakan, bahwa rencananya siang ini, seusai acara ini saya akan ke dealer mobil untuk membeli mobil baru, cuman uang panjar atau DPnya sejumlah Rp. 40 juta ketinggalan di rumah, tadi malem sudah saya siapkan dan masukkan kedalam tas kulit kecil warna coklat lalu saya simpan dibawah kasur tempat tidur anak sulung saya, Reza di lantai atas, kamar nomor 3, eh…. sayangnya pagi tadi saya lupa mengambilnya untuk dibawa. Karena gak jadi ke dealer, setelah acara ini saya akan langsung meluncur ke mall guna sekedar ngobrol ngobol mencari inspirasi, sekaligus   cuci mata, sampai sore”.

Mendengar uraian, jawaban seperti diatas seluruh peserta pertemuan menyambutnya dengan salut serta penuh pujian lantaran dilontarkan secara jujur, blak blakan tanpa sungkan dan tedeng aling aling.

Jelang mahgrib, si Kompasaner baru pulang kerumah dengan aura gembira, penuh tawa sembari nenteng oleh oleh Matabak Telor Istimewa kesukaan sang istri dan anak anak tercinta. Seusai solat maghrib berjamaah di rumah, mereka makan malam bersama. Ditengah makan malam tersebut ada sedikit percakapan.

“Pah,….papah, kapan ya datangnya mobil baru kita, anak anak udah gak sabaran nih pingin nyoba?”. kata si isteri yang terlihat cuantik dan memanja.

“Sabar,….. sabar ya mah dan anak anak, papa tadi belom sempat ke dealer, lha wong uang DPnya ketinggalan di rumah, lagi pula papa tadi sibuk banget” jawab sang Kompasianer dengan tenang, sembari mengmambil sepotong martabak.

“Ya…yalaaah… papa sih sibuk melulu!!!” ujar ke tiga anaknya serempak, dengan nada kecewa berat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun