Mohon tunggu...
Nur Setiono
Nur Setiono Mohon Tunggu... lainnya -

Pensiunan swasta yang senang mengamati kehidupan sosial/kemasyarakatan. Sok merasa sibuk. Iseng suka tulas tulis kecil. Ngebanyol OK (tapi bukan pelawak). Serius gak ketinggalan (tapi bukan pakar). Berdomisili di pinggiran Jakarta Timur

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa Menunjukkan Bangsa # 16-2 (Bagian dari Seni Ber9@UL)

2 Agustus 2010   06:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:23 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"SoR3 uTId,  Hr  Nie dOkT3R  t!d@k  pR@Kt3k  Mun9k!n  sLasa  BrUw  pR@Kt3k. mUv  yUa  TId"; Maksudnya adalah "Selamat sore Utid (nama pendek/panggilan seorang remaja putri) hari ini dokter tidak praktek, mungkin Selasa baru praktek. Maaf ya Tid"

Terlepas dari pro dan kontra. Realitanya diwaktu-waktu belakangan ini, para ABG (Anak Baru Gede) yang tidak mengenal Bahasa SMS (Short Massage Service) sebagai cara 'unik' berkomunikasi semacam diatas, bisa dianggap kurang gaul.  Bahkan lomba SMS dengan methoda seperti itu pernah ada yang  menyelenggarakannya.

Huruf-huruf maupun angka yang di 'udak-aduk, diplesetkan, dan ditekuk' sedemikian rupa memang terasa janggal, konyol, aneh bahkan boleh dibilang ada kelucuan. Yang pasti, susunan huruf atau angka dalam kata-kata maupun kalimat  seperti itu  menjadi tidak sesuai dengan aturan baku  EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) sebagai pedoman berbahasa Indonesia yang baik dan benar.  Namun agaknya disitulah letak seni, mode dan kreatifitasnya anak anak remaja yang sedang giat mencari identitas diri.

Dengan produk budaya 'iseng' tersebut, setidaknya mereka mampu menciptakan lelucon-lelucon bernuansa baru sebagai cara untuk menghilangkan ke-BeTe-an (rasa jenuh) dari jebakan rutinitas kegiatan harian, yang pada umumnya  hanya diisi dengan belajar (sekolah) dan bermain.

Dewasa ini memang ada sejumlah fihak yang merisaukan tergradasinya Bahasa Indonesia dengan kemunculan bahasa "gaul" tersebut, baik yang di praktekan secara lisan maupun tulisan sejenis diatas di kalangan generasi muda penerus bangsa.

Sebenarnya, ungkapan berupa kosa-kata dan atau istilah istilah baru yang digagas para remaja itu, merupakan dimamika jiwa muda yang sudah menggejala sejak lama. Dan ini rasanya bukan suatu masalah. Anggap saja sebagai karya seni yang terlahir atas denyut nafasnya para kawula muda,  dari jaman ke jaman yang tidak pernah akan bisa dibendung.

Kemunculan istilah istilah maupun formasi (susunan) 'aneh' sebagaimana contoh diatas, didalam bahasa tulisan, SMS atau 'gaul', agaknya sulit menembus peluang untuk dijadikan perbendaharaan kata/istilah  atau susunan baru Bahasa Indonesia secara baku, karena memang tidak ada konsep dan proses yang jelas asal-usul maupun pembentukannya.

Sejauh ini gaya bahasa sejenis itu hanya berlaku sebagai bahasa pergaulan teman sebaya sesama remaja, agar dalam membentuk persahabatan terasa lebih komuniktif, cair dan tidak ada sekat-sekat kekakuan. Sedangkan untuk bahasa formal, tugas tugas sekolah dan sebagainya tetap harus dilakukan sesuai kaidah EYD.

Selain susunan kata kata yang tidak beraturan, didalam SMS sering dijumpai pula singkatan kata  dan atau simbol simbol ungkapan/pernyataan yang tidak lazim digunakan.  Semisal; :lol untuk lucu, gokil buat gila dan lain lain.  Akibatnya, bagi yang tidak faham, acapkali harus berfikir dan mengernyitkan dahi dahulu untuk dapat mengerti apa maksud kalimat  SMS yang diterimannya itu. Malahan mungkin mengabaikan isi SMS tersebut, dari pada salah persepsi.

Ditinjau dari segi ketata-bahasaan (gramatikal), gejala bahasa 'gaul' dimaksud, sudah barang tentu tidak memiliki nilai edukasi sama sekali. Namun dari sudut pengembangan imajinasi, daya pikir dan daya gagas (kreatifitas) terutama kaum muda, hal tersebut cukup patut memperoleh tempat, sehingga tidak perlu ada pengekangan. Hanya saja penting untuk diarahkan supaya tidak kebablasan.

Boleh jadi, bahasa 'gaul' yang cuma bersifat mode tidak akan kekal dimanfaatkan. Apalagi jika sudah ada istilah istilah baru yang lebih segar dan variatif.

Bahasa Indonesia yang baik dan benar, sesuai acuan atau koridor EYD, tentu harus menjadi prioritas pertama penggunaanya dalam tata krama pergaulan di masyarakat, apalagi di kancah yang bersifat formal. Oleh karenanya, pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah sekolah, maupun upaya terobosan lain untuk merangsang minat orang agar selalu Barbahasa Indonesia secara baik, tetap harus selalu diciptakan, digelorakan dan dibuat semenarik mungkin, sehingga tidak terkesan membosankan.

Jakarta, 2 Agustus 2010,

Nur Setiono.-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun