Mohon tunggu...
Tio
Tio Mohon Tunggu... Polisi - Menulislah apa yang ingin ditulis

Mengabdi Pada Negara dan Bangsa Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Masa Depan Polri Presisi dan Hak Asasi Manusia

11 Juli 2021   13:34 Diperbarui: 13 Juli 2021   13:11 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: TV One (Th 2015) 

Setiap negara yang telah meratifikasi HAM PBB, diwajibkan untuk menginternalisasikan dalam sistem pemerintahan, termasuk Polri. Oleh karena itu, sosok polisi masa depan memerlukan aparatur yang menghormati pentingnya nilai-nilai HAM itu.

Dalam "The Police that We Want: A Handbook for Oversight of Police in South Africa," meniscayakan adanya perlindungan kehidupan politik demokratis, supremasi hukum dan pelayanan demokratis serta akuntabilitas. Hal penting dalam studi di atas, polisi harus melakukan perlindungan hak asasi manusia (HAM) dan pemolisian masyarakat. Untuk itu perlu adanya transformasi manajemen pemolisian yang modern.

Pekerjaan rumah Polri yang perlu menjadi perhatian ke depan adalah upaya membangun budaya kepolisian (police culture) yang mampu menghadapi ancaman-ancaman jenis kejahatan baru, seperti di antaranya cyber terorism,  data stolen, hacking, carding, defacing, menyebarkan konten yang ilegal, spamming media sosial, cyber bullying. Hal tersebut menjadi  fenomena yang muncul setelah penggunaan teknologi canggih, sejalan dengan perkembangan media sosial seperti  Whatsapp, Google, Yahoo, Facebook, Twitters, Line, Telegram dan lainnya  yang akan  memicu tren kejahatan serta diprediksikan muncul dari penggunaan teknologi.

Perkembangan ini mendapat arena ketika saat ini muncul transformasi Polri dengan tagline, PRESISI, yakni prediktif, responsibilitas, transparansi dan berkeadilan.

Melalui PRESISI, Kapolri Jenderal Lystio Sigit Prabowo ingin membangun komitmen komunikasi dengan kekuatan masyarakat baik sebagai subyek dan obyek pelayanan  Polri. Kita melihat Kapolri menyempatkan diri berkunjung, silaturahmi dan berdialog dengan para tokoh agama, ulama, pimpinan ormas seperti NU, Muhammadyah, LDII, HMI, Rabitul Adawiyah, dan lainnya.

Dalam perspektif ilmu kepolisian, perubahan budaya ini membutuhkan di satu sisi sosok polisi sipil (civilian unifrom), dan disisi lain, perubahan mindset dalam masyarakat memposisikan partisipasi mereka penting dalam kerangka pemolisian masyarakat dan penegakkan hukum berdasarkan restorative justice.

Paradigma kepolisian yang berorientasi masyarakat merupakan tantangan dan peluang dalam desain PRESISI, agar rasa keadilan dan hadirnya hukum bisa mengurangi pelanggaran hukum serta berbagai jenis kejahatan dalam masyarakat.

Masyarakat mengalami culture shock dan mental fatique akibat transformasi masyarakat teknologi yang tidak dibarengi dengan peningkatan taraf  hidup kesejahteraan rakyat, pendidikan yang makin baik dan literasi media. Sehingga akibatnya aksi teror, hoax, ujaran kebencian dan politik identitas, anarki dan tindakan illeberal (pelanggaran terhadap nilai-nilai demokrasi) terjadi secara massif dalam masyarakat.

Oleh karena itu, kebijakan Polri untuk mentransformasikan Polri ini menjadi relevan dan perlu mendapat dukungan kelembagaan dalam strukturasi Polri dari Mabes, sampai ke tingkat paling bawah, Polsek dan Pos Sub Sektor. Melalui kohesivitas dan soliditas Polri akan memberikan perubahan yang multidimensional sebagai kelaziman sosok Polri abad 21, dengan ciri: Prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia, seperti adanya panduan dan SOP tentang implementasi HAM dalam struktur Polri, dan keterbukaan dalam proses perumusan kebijakan nasional keamanan dalam negeri, serta kewajiban untuk menemukan keadilan yang merupakan nilai dasar sentral dalam pekerjaan kepolisian.
 
Implementasi HAM Pada tingkat Polres

Disadari bahwa diskresi dan kewenangan Polri mengandung unsur resiko dalam penggunaan kekuatan, senjata api, pembatasan hak-hak masyarakat dan lainnya. Sesuai dengan kebijakan HAM pemerintah berdasarkan UU No 39 Tahun 1999, maka Polri ingin mendorong agar di semua struktur Polri dari Mabes hingga tingkat paling bawah di Polsek perlu memasukkan unsur-unsur HAM di dalamnya. Terutama setelah lahir Perkap Kapolri No. 8/2009 agar Polri berbasis HAM.

Berdasarkan kebijakan Kapolri itu, maka Polri mulai mengembangkan pelembagaannya melalui agenda sosialisasi, edukasi dan implementasi prosedur HAM tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun