Mohon tunggu...
Setio Budianto
Setio Budianto Mohon Tunggu... Guru - Saya adalah seorang Praktisi dan Akademisi Pariwisata, juga Guide Berbahasa Inggris. Disamping itu menulis buku fiksi dan non fiksi

Saya menyukai Pariwisata dan kebudayaan, sejarah terutama masa klasik Hindu Buddha. Juga menyukai perjalanan wisata serta topik mengenai lingkungan hidup serta pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Tarian Bocah Perkebunan (7) 2009: Dendam Lama yang Meraja

6 Juli 2023   22:02 Diperbarui: 6 Juli 2023   22:11 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Selamat datang di Perkebunan. Please come in!" sapanya ramah dan mereka berlimapun masuk. Para tamu memandang sekeliling. Tembok putih itu begitu dingin, angkuh menatap mereka. Dari ketebalannya, jelas peninggalan Belanda. Begitu juga potret di dinding yang semuanya hitam putih, menatap pengunjung dan tamu...mereka berteriak menggapai-gapai. 

Mereka berusaha menceritakan alangkah sulit kehidupan perkebunan di masa penjajahan, hanya kayu pilar di tengah yang hangat menyapa, dia berbicara bahwa di zaman Republik, perkebunan telah sedikit berbenah, tidak sepenuhnya feudal. Sebuah usaha yang patut dihargai meski belum sepenuhnya berhasil baik, seperti yang tengah dilakukan oleh pria tua ini.

            "Terima kasih Pak, undangannya. Sebelumnya, saya perkenalkan tamu kita ini Mr. Ludwig Fitzgerald dari ILO . Beliau sampaikan permohonan maaf, Ketua Komisi Tinggi Mrs. Michelle Bachelet tidak dapat berkunjung, hingga diwakilkan pada beliau. Banyak agenda ILO di Indonesia terkait pelatihan di bidang ekowisata.

Semua akan terwakili oleh Beliau sebagai deputi operasi senior Asia Tenggara" Kacong memperkenalkan.  Mr. Ludwig tersenyum dan mengangguk hormat.           

"Yang disamping beliau ini adalah Mr. Johan Leighton dari OCHCR 4, Mr. Guy Ryder selaku Ketua Komisi OCHCR juga menyampaikan permohonan maaf tidak bisa berkunjung, Mr. Johan Leighton memerlukan berdiri dan membentuk salam hormat. Tak dikira perasaan Pak Djati Wisesa setelah mendengar perkenalan yang disampaikan oleh Pak Kacong, coordinator sekaligus penerjemah. 

Bagai kejatuhan bulan, ia pun bangkit berdiri.Lalu itu disebelah kanan adalah Stefan, Jurnalis dan kontributor media . ini adalah kali kedua Stefan kemari...Stefan pun berdiri mengangguk hormat.

            "Terima kasih yang tak terhingga, Bapak-bapak dari perwakilan organisasi Internasional yang bersedia tinggal di gubuk kami. Perkenalkan, saya Djati Wisesa...Deputi Bidang Pengembangan SDM di Perkebunan ini," Ia membentuk sembah hormat.

       "Kalau ini Mas Surya, koordinator ILO dari Jakarta. Lalu yang ujung itu Mas Kamal, media lokal Jawa Timur yang berbasis di Surabaya". Kedua orang yang diperkenalkan mengangguk hormat. Tanpa diduga, Pak Djati mohon izin ke belakang. Kemudian Kacong berdiri. Didekatinya foto -- foto yang terpajang di dinding, foto -- foto lama hitam -- putih. 

Foto itu ditatapnya dengan penuh arti. Wajah perkebunan sejak zaman kolonial hingga tahun 70-an. Masa kecilnya dulu. Banyak foto yang menggambarkan foto bersama antara para pejabat Belanda dan pegawai perkebunan. Cara membedakannya mudah saja: pejabat, sinder selalu di atas, berdiri, berpakaian putih bersih dengan pangkat disana -- sini. 

Sementara buruh: bersimpuh di lantai dengan pakaian seadanya. Hati Kacong bergetar, ada sebuah perasaan sedih menjalari sanubarinya. Beginikah kehidupan yang mesti dijalani para buruh di masa penjajahan? Itu hanya foto, bagaimanakah yang nyata? Di zaman modern ini apakah praktek penindasan ini masih berlangsung? Begitu tegakah pejabat yang sekarang dengan bangsa sendiri?

Ah, tentu tidak, ditepisnya perasaan itu! Sementara angannya terus berkelana, hingga terdengar deru mobil jeep datang di halaman. Kacong terkesiap. Ia segera sadar dari lamunannya. Ia pandang pria yang datang dan menuju ruang tamu itu, dengan tatapan seolah tak percaya. Inikah... inikah...  Birowo?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun