Mohon tunggu...
Setio Budianto
Setio Budianto Mohon Tunggu... Guru - Saya adalah seorang Praktisi dan Akademisi Pariwisata, juga Guide Berbahasa Inggris. Disamping itu menulis buku fiksi dan non fiksi

Saya menyukai Pariwisata dan kebudayaan, sejarah terutama masa klasik Hindu Buddha. Juga menyukai perjalanan wisata serta topik mengenai lingkungan hidup serta pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Tarian Bocah Perkebunan (4)2008: Layar Terkembang

10 Juni 2023   12:30 Diperbarui: 17 Juni 2023   09:28 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alps Cafe, ILO Headquarters.

Di meja itu tersaji sepiring Zopf, ditemani oleh kopi krim yang lembut. Fitzgerald  menoleh ke kanan – kiri. Ia sedikit gelisah karena menunggu menunggu seseorang. Baru saja ia menghadiri acara workshop mengenai HAM di dunia yang yang diselenggarakan PBB. Kali ini acara digagas oleh OHCHR, kantor PBB yang mengurusi HAM. Kebetulan di sana ia bertemu dengan Johan Leighton, kolega lamanya yang kini menjadi  Deputi Penegakan HAM di kantor tersebut. Karena ramainya acara, mereka hanya berbincang sebentar, dan sepakat bertemu selepas acara di cafe seberang tempat workshop. Fitz lalu memberi kode kepada Waiter  untuk mendekat. 

       “Aku pesan Rivella satu, juga Zurchergeschnetzeltes  satu…”

       “Baik pak…” jawabnya sambil berlalu. 

Bersamaan dengan itu, di halaman cafe, sebuah sedan keluaran Jerman mendekat. Setelah kaca samping depan terbuka, seorang pengemudi melambai ke arah Fitz dan mereka berdua tersenyum. Beberapa menit ia telah muncul didepan Fiz

       “Duduklah Jo…!” Fitz mempersilahkan.

       “Okey, Fitz…!” 

Johan melambai ke arah waiter.

       “Coklat krim hangat, pak…!” serunya. Waiter itu mengangguk dan segera berlalu.

       “Hei, bagaimana kabarmu? Lama sekali sejak konferensi HAM 3 tahun lalu…” Fitz berkata dengan nada riang, laiknya seorang kawan yang lama tak bersua. Antara ILO, organisasi perburuhan PBB dan OHCHR memang dekat dalam konsep mengurusi hak – hak manusia dan perburuhan. Hanya saja karena kesibukan masing – masing, cukup lama mereka tak bertemu…

       “Oh, baik. Yah, itu semua karena kesibukkan. Aku sering ditugaskan ke Asia dan Afrika, meski waktunya pendek maksimal dua minggu. Selain itu sering terbang ke Den Haag, koordinasi dengan Amnesti Internasional yang berkantor di sana.” Ujar Johan sembari menyeruput coklat krimnya yang baru datang. Sementara Fitz memejamkan mata sambil mengunyah kue Zopf yang lezat.

       “Kudapan ini benar – benar luar biasa, pantas sangat legendaris!” ucapnya sambil membetulkan letak duduk.

       “Hmm… coklat krim ini juga. Eh, Fitz, ngomong – ngomong aku ke sini untuk memberitahumu sesuatu yang penting…” ucap Johan dengan mata berbinar. 

       “Apa? Kelihatannya sesuatu yang bagus?” 

       “Kantor… mengirimku… untuk pergi ke… Indonesiaaa…!” jawab Johan setengah berteriak.

       “Apa?! Jadi kau juga akan ke sana?! Yeahh… Indonesia!!”

ILO Headquarters, Geneva, Switzerland

Siang itu, ada rapat panel tentang rencana kegiatan ILO di Indonesia, mengingat tenggat waktu yang sudah cukup mendesak. Rapat itu meski dihadiri para petinggi ILO, berlangsung singkat saja. Fitz, selaku staf pengembangan menyampaikan presentasi tentang poin-poin penting masalah perkebunan, terutama setelah ia mendapat keterangan dan dokumentasi dari Stefan. Mendengar ulasan Fitz, para peserta banyak yang mengernyitkan dahi, membayangkan masalah yang membentang di depan mata. Namun, ketua ILO  yang visioner, menenangkan mereka. Ia tutup pertemuan itu dengan seruan yang penuh optimisme. 

“Saudara-saudara, tak perlu risau. Kita selalu dapat mengatasi masalah apapun, bahkan di negara yang dilanda perang dan konflik. Indonesia adalah negara yang aman. Konflik yang ada merupakan hal kecil. Aku yakin, dibawah Deputi Fitzgerald semua akan bisa teratasi!” Dan semua bertepuk tangan. Standing ovation yang meriah! Tak banyak briefing dan pengarahan yang diberikan oleh kantor masing-masing. Di ILO, Ludwig Fitzgerald adalah staf yang telah makan asam garam dunia perburuhan . Begitu pula Johan dari kantor OHCHR. 

Ia telah lama malang melintang di daerah-daerah operasi, mulai Bosnia hingga Myanmar. Persiapan ringan saja, apalagi demokrasi dan HAM Indonesia tercatat cukup baik di mata internasional. Inti pekerjaan kali ini hanya observasi dan sedikit evaluasi masalah pengakuan HAM di industri, serta persiapan pelatihan operator wisata untuk ecotourism  di daerah perkebunan. Pada hari yang telah ditentukan, merekapun terbang ke Indonesia dari Zurich. Dari rapat yang ditentukan, diputuskan dari ILO diwakili oleh Fitz, sedang OHCHR diwakili oleh Johan. Sementara Stefan turut serta, karena ia adalah seorang jurnalis dan kontributor media ternama.  

Catatan : 

Zopf      : Roti kepang khas Swiss yang lezat

Rivella : Sejenis Softdrink dari Swiss

Zurcher Geschnetzeltes : Hidangan olahan sapi muda dari Zurich, Swiss

Headquarters : Markas Besar

Ecotourism : Wisata Hijau berbasis ekologi dan konservasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun