Mohon tunggu...
setiawati suyatman
setiawati suyatman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia biasa

Menulis untuk menceritakan hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

PSBB Transisi sama dengan New Normal?

19 Juni 2020   00:01 Diperbarui: 18 Juni 2020   23:54 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir akhir ini Kita disuguhkan berita berita tentang pelonggaran PSBB diberbagai daerah atau suatu negara. Persiapan persiapan telah dilakukan di daerah daerah  atau wilayah yang akan diterapkan seperti perkantoran, hotel, mall, tempat wisata, pasar tradisional, sekolah, manufaktur, tempat ibadah, transportasi dan  sektor lainnya akan segera menyusul . 

Pelonggaran beberapa sektor dilakukan secara bertahap sesuai perubahan kondisi suatu daerah atau wilayah, ditandai dengan  berkurangnya pasien postif covid19 dan tidak tidak ada penambahan pasien positif covid19 selama beberapa hari atau 2 pekan. Syarat mutlak dibukanya sektor sektor tersebut diatas adalah dengan mematuhi dan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Peraturan Pemerintah no. 21 tahun 2020 tentang penerapan pembatasan skala besar bersama (PSBB) dilaksanakan untuk percercepat penangganan  pendemi virus covid19 yang menyebar diberbagai daerah di Indonesia. 

Pemerintah daerah dapat mengajukan PSBB ke menteri kesehatan atas suatu daerah atau wilayah kewenangannya,  berdasarkan kajian epidemilogi dan petimbangan  kesiapan dalam aspek sosial dan ekonomi serta  aspek lainnya. 

Ketika PSBB diterapkan disuatu daerah atau wilayah, maka dampak sosial dan ekonomi tidak dapat dihindari. Anjloknya pendapatan negara, daerah, perusahaan dan invidu  menimbulkan masalah baru bagi pemerintah. Tingkat kemiskinan dan kriminalitas bertambah seiring dengan banyaknya sektor usaha dan perdagangan mengalami kerugian yang cukup besar sehingga pengusaha harus melakukan PHK masal atau merumahkan sebagian karyawan.

Bagi yang terkena PHK masal selama lebih dari 3 bulan, masyarakat hanya mengandalakan bantuan dari pemerintah dan tabungan pribadi. Mencoba membuka usaha secara daring atau membuka usah secara "kucing kucingan"dengan satpol PP, bukan keinginan mereka tetapi pilihan terbaik saat ini untuk bertahan hidup. 

Karyawan swasta yang  masih bekerja, suka tidak suka atau mau tidak mau menerima upah tidak penuh seperti bulan bulan sebelum wabah agar terhindar dari PHK atau dirumahkan. Semetara itu Pegawai Aparatur Negara (ASN), pegawai negeri, TNI- Polri, pegawai BUMN, anggota MPR -- DPR, menteri menteri, presiden dan pejabat lainnya mengalami pemotongan gaji dan tunjangan untuk membantu percepatan penangganan dan dampak covid19.

Tingkat kecemasan atau stress yang dialami masyarakat mulai tampak kepermukaan seperti ketidakpatuhan terhadap himbauan mengikuti prtokol kesehatan dalam bersosialisasi dan berinteraksi, tidak mengindahkan larangan mudik, tidak mempercayai tenaga kesehatan , mengambil paksa pasien covid19 dari rumah sakit atau tempat isolasi, tidak mau melakukan test swab atau rapid test, membawa kabur jenazah dan menguburkan pasien dalm stus PDP atau pasien positif covid19.

Hal ini terjadi karena mereka sudah lebih dari 3 bulan tidak mempunyai penghasilan atau pendapatan, jenuh, dan tidak bisa melakukan aktivitas normal, sedangkan kebutuhan hidup sehari hari keluarga harus dicukupi.

Mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial  itulah, maka keputusan melaksanakan "New Normal" atau "Adaptasi Kebiasaan Baru" harus segera dijalankan dimana segala aktivitas dan produktivitas masyarakat harus sesuai dengan protokol kesehatan. 

Penyemprotan disinfektan di perkantoran, mall, transportasi publik, sekolah, hotel, pasar modern dan tradisional harus dilakukan  kerena berfungsi mensterilkan kawasan tersebut, selain itu menyediakan tempat cuci tangan, hand sanitizer, pengecekan suhu tubuh dan penggunaan masker bagi pegawai, pedagang, supir, pengunjung, dan setiap orang yang melakukan interaksi dengan orang lain merupakan bentuk persiapan dalam rangka pelonggaran PSBB menuju  New Normal.

Sebelum suatu wilayah atau daerah yang ingin menjalankan New Normal atau Adaptasi Kebiasan Baru, pemerintah daerah menerapkan "PSBB transisi' untuk melihat kesiapan mayarakat dalam menjalankan  New Normal atau Adaptasi Kebiasaan Baru. Evaluasi akan terus dilakukan untuk melihat seberapa baik masyarakat mentaati dan mematuhi dalam menjalankan protokol kesehatan.

Jika masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan sudah baik maka akan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu New Normal, tetapi jika  banyak dari masyrakat yang tidak mentaati dan mematuhi protokol  kesehatan maka akan diterapkan kembali PSBB.

Keberhasilan Kita memasuki New Normal tergantung kerjasama  antara pemerintah pusat, daerah dan dukungan semua elemen masyarakat agar pemulihan perekonomian nasional segera terwujud demi kebaikan dan kesejateraan seluruh rakyat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun