Februari, bulan kasih sayang, katanya,
Namun di bawah langit kelabu,
Tuhan menghapus jejak kasih,
Meninggalkan luka di hati yang rapuh.
Cinta bersemi dalam musim dingin,
Harapan menyala dalam dingin malam,
Namun tiba-tiba, angin berhembus keras,
Mengambil cinta yang pernah kami genggam.
Mawar merah layu di atas nisan,
Air mata jatuh, seiring bisikan doa,
Oh Februari, kenapa kau membawa duka,
Saat kami menanti hangatnya cinta?
Hati yang dulu penuh rasa,
Kini kosong, sunyi, dan terluka,
Kenangan manis tergantikan tangis,
Di bulan yang seharusnya penuh cinta.
Februari, kau hadir dengan janji,
Namun pergi dengan mengambil mimpi,
Menyisakan derita dan sepi,
Mengajari kami arti kehilangan yang abadi.
Dalam tiap detik, kuingat senyumnya,
Dalam tiap menit, kuingat sentuhannya,
Tuhan, kembalikan kasih itu,
Atau ajari kami berdamai dengan waktu.
Februari, bulan kasih sayang, katanya,
Namun bagiku, bulan ini adalah pelajaran,
Tentang cinta yang fana,
Dan betapa berharga setiap detik kebersamaan.
Februari, kami meratap di bawah bintang,
Namun dalam hati, tetap berharap,
Bahwa suatu hari, di dunia lain,
Kami akan merasakan kasih sayang yang tak terenggut lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H