Mohon tunggu...
Erwin Setiawan
Erwin Setiawan Mohon Tunggu... -

Oppositon for Tyranny | Work @ Law Firm

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Ketuban Pecah Dini Tak Harus Berakhir Operasi Caesar

12 Desember 2013   17:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:00 3557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

8 Oktober 2013, Buah hatiku menentukan sendiri waktu yang tepat untuk ia lahir ke dunia, dengan caranya sendiri… Menjelang tanggal Hari Perkiraan Lahir (HPL) yang ditentukan oleh Dokter Kandungan yaitu tanggal 1 Oktober, hatiku semakin berdebar-debar. Karena meski sudah hampir 2 minggu mengalami kontraksi palsu, belum ada juga tanda-tanda akan melahirkan. Berbagai induksi alami aku lakukan untuk merangsang kontraksi, mulai dari memperbanyak jalan kaki, ngepel jongkok, dll. Hingga hari Selasa tanggal 7 Oktober yang tidak dapat kulupakan. Aktivitas hari itu kuawali seperti biasa dengan berjalan kaki berdua dengan suami ke depan perumahan, sambil berbelaja sayur, kemudian membersihkan rumah dan memasak. Masih sempat juga aku packing 3 paket pesanan kancing bungkus untuk dikirim hari itu. Ba’da dzuhur, aku membuku-buka lagi dokumen yang kukumpulkan dari Grup Gentle Birth untuk menambah kesiapanku dalam menjalani proses persalinan. Sedikit kujelaskan tentang Gentle Birth: Gentle Birth, atau yang artinya secara bahasa adalah melahirkan dengan lembut adalah metode melahirkan ‘primitif’ yang saat ini kembali ngetrend. Metode yang memperhatikan semua aspek tubuh manusia secara holistik (gentle birth), mengandalkan potensi tubuh wanita sebagai kekuatan utama untuk dapat melahirkan dengan alami, dengan minim intervensi medis yang tidak perlu dan minim trauma. Grup Gentle Birth yang kuikuti di facebook digagas oleh para Bidan dengan spesialisasi Hypnobirthing seperti Bidan Yesie Aprilia, Dyah Pratitasari, dll. Aku membekali diri dengan berbagai pengetahuan yang kudapatkan di grup ini, seputar melahirkan secara alami dengan nyaman dan lembut. Dengan membaca artikel-artikel, melakukan afirmasi positif, yoga hamil, dan senam hamil secara rutin. Semuanya kulakukan dengan melibatkan suamiku. Meski beliau tidak sempat membaca langsung artikel di Grup, tapi aku selalu sharing tentang ilmu-ilmu baru yang kudapatkan. Beliau juga selalu menemaniku berjalan kaki setiap pagi, saat senam hamil, yoga hamil, renang, dan segala aktivitas pemberdayaan diri lainnya menjelang persalinan. Hari itu, suamiku pulang cepat dari kantornya, dan kita berencana jalan kaki dengan jarak yang cukup jauh untuk merangsang datangnya kontraksi, maka sehabis ashar aku dan suami berangkat menuju Perumahan Telaga Golf. Sekitar 60 menit kami berjalan kaki cepat dan latihan penafasan, kemudian kembali ke rumah. Di rumah, tubuhku yang sangat lelah karena berjalan kaki jauh langsung tertidur.. Pukul 20.00, aku terbangun dan merasakan ada banyak air keluar dari vagina dan membasahi tempat tidur. Aku masih kebingungan karena setengah ngantuk lalu memanggil suami, suamiku langsung menghampiri dan mengatakan bahwa ketubanku pecah, selanjutnya kuseka air yang masih mengalir dan kulihat banyak darah yang juga ikut mengalir. Kami langsung mengambil koper yang sudah dipersiapkan, bersiap-siap pergi ke bidan. Tak lupa kutelepon Mama di Bandung untuk memohon do’a kelancaran.. sampai di klinik bu bidan, aku langsung diminta berbaring dan diobservasi. Ternyata memang aku mengalami Ketuban Pecah Dini (KPD). Bu Bidan memintaku tetap tenang sambil mengobservasi detak jantung bayi, jumlah ketuban yang keluar, dan pembukaan yang berlangsung. Karena pembukaan masih 1 dan tidak juga bertambah, Bu Bidan memberikan induksi melalui infus. Saat itu aku benar-benar sudah tawakal apapun proses persalinan yang akan kuhadapi, entah normal alami, normal dengan bantuan induksi maupun section caesaria (sc). Aku hanya berfikir agar dapat segera melahirkan anakku dengan selamat. Aku diberi waktu 4 jam, yaitu hingga pukul 24.00 untuk melihat reaksi dari induksi yang disuntikkan, selama itu suamiku tetap setia di sampingku menenangkan. Dan memberi semangat agar terus berfikir positif. Kuminta juga beliau membuka file Penanganan Ketuban Pecah Dini dari kumpulan artikel Gentle Birth yang kusimpan di laptop. “Jika Anda mengalami ketuban pecah dini di rumah (hanya terjadi pada 1 dari 10 wanita), mintalah dokter Anda untuk memberikan Anda waktu untuk memasuki persalinan Anda, asalkan Anda tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi (kebanyakan wanita akan mulai persalinannya sendiri dalam 48 jam). Jangan khawatir, Anda sudah kebal terhadap sebagian besar kuman di rumah Anda sendiri. Untuk mencegah infeksi, JANGAN memasukkan APA SAJA ke dalam vagina (termasuk tampon atau jari Anda), dan ikuti petunjuk dokter Anda. Banyak minum air putih, atau air isotonic supaya tubuh Anda tetap memproduksi air ketuban. Banyak rumah sakit yang mengharuskan bayi akan dilahirkan dalam waktu 24 jam setelah pecahnya air ketuban, karena takut infeksi (kadang-kadang disebut dengan "SC karena Jam"). Jika Anda tidak ingin diposisikan pada pembatasan waktu, diskusikan dengan dokter Anda SEBELUM Anda mendekati tanggal HPL Anda. Beralih provider jika perlu, untuk menemukan satu yang akan menghargai keinginan Anda.” “Jika Anda sudah mengalami ketuban pecah dini, tetaplah berhubungan dengan dokter yang merawat Anda. Dan tetap lakukan relaksasi dan bedrest. Tak perlu panic yang penting Anda minum air putih yang banyak untuk rehidrasi. Ketika Anda panic justru akan berakibat buruk pada proses persalinan Anda. Menurut penelitian pada kasus ketuban pecah dini persalinan sebenarnya akan segera di mualai setelah 48 jam. Namun biasanya pihak RS hanya punya tenggang waktu 24 jam itupun dengan pemanjauan kesejahteraan janin yang intens. Untuk itu konsultasikan semuanya kepada bidan dan dokter Anda. Fight atau Flight - Respon hormonal yang mana tubuh akan memompa adrenalin ketika Anda takut, cemas dan khawatir. Selama ini ketika adrenalin meningkat, tubuh Anda akan memompa lebih banyak darah ke organ utama Anda dan hal terjadi ketika Anda mengalami cedera. Sayangnya, rahim anda bukan salah satu organ utama, sehingga respon Fight atau Flight justru dapat menunda atau bahkan menghentikan persalinan Anda sepenuhnya”. Pukul 24.00, tetap tidak ada reaksi dari induksi yang disuntikkan, Bu Bidan memasukkan obat pelunak rahim, tetapi tetap pembukaan tidak bertambah, masih pembukaan 1 juga. Akhirnya beliau menyarankan untuk segera dibawa ke Rumah Sakit, aku harus segera operasi Caesar, sebelum ketubanku habis dan kondisi bayi semakin lemah. Akhirnya setelah musyawarah, kami sepakat untuk dirujuk ke RSIA Buah Hati Jombang. Cemas tentunya, ini pengalaman pertama aku masuk RS, untuk Operasi pula. Di taksi, aku tidak putus berdo’a memohon pertolongan Allah. Aku percaya, bila kuasa manusia tak mampu, maka tak ada yang tidak mungkin bagi Allah.. Ia Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Aku takkan berputus asa akan rahmat dan pertolonganNya, meski berada di detik-detik terakhir.. Qadarullah, di taksi aku merasakan gelombang cinta itu datang! Rasa mulas yang sangat datang teratur..  Aku berharap ini adalah tanda-tanda pembukaan. Tiba di Rumah Sakit, mama sudah tiba dari Bandung, beliau ternyata langsung berangkat dari Bandung menggunakan travel setelah kukabari. Aku langsung dibawa dengan kursi roda ke ruang persiapan operasi. Di dalam ruangan, aku mencoba bertanya kepada perawat yang menanganiku apa masih bisa aku melahirkan dengan normal? Aku  minta tolong dicek kembali apakah sudah bertambah pembukaan mulut rahimku, apakah detak jantung anakku masih bagus, apakah jumlah ketubanku masih memungkinkan untuk dapat melahirkan normal. Akhirnya perawat tersebut menuruti permintaanku. Setelah diobservasi, ternyata pembukaan sudah bertambah menjadi 3 dan detak jantung anakku masih bagus. Aku pun dibawa di ruang tindakan untuk bersiap menjalani persalinan normal, jika dalam 4 jam ke depan pembukaan mengalami penambahan dan kondisi anakku masih baik. Bismillah.. Di ruangan aku hanya didampingi suamiku, ia terus menenangkanku dengan mengajak bercanda, diskusi, dan sama-sama berdo’a. Jika kontraksi datang, suamiku membimbingku untuk menarik nafas dalam sambil tersenyum. Nafas dalam sangat membantu untuk mengurangi rasa sakit kontraksi. Kami mencatat waktu kontraksi, yaitu selama 1,5 menit dengan interval 5 menit sekali. Beberapa jam kemudian diperiksa kembali, baru pembukaan 4. Semakin lama kontraksi yang kurasakan semakin hebat. Dokter memintaku untuk hanya tidur dengan miring ke kiri untuk mempercepat kontraksi dan penurunan kepala bayi. Berjam-jam tidur dengan posisi miring yang sama sambil menahan kontraksi hebat membuat pinggangku pegal, aku juga dilarang pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil untuk menghindari semakin banyak ketuban yang keluar. BAK terpaksa kulakukan di tempat tidur. Semakin lama, aku semakin tidak tahan dengan kontraksi yang kurasakan. Lama kontraksi semakin panjang dan intervalnya semakin pendek, rasa ingin mengejan yang tak tertahankan, ditambah aku kelelahan dan masuk angin sehingga muntah mengeluarkan cairan lambungku. Semakin lemas rasanya. Aku minta suamiku mengusap-usap punggungku, dan aku memeluk mama minta beliau meyakinkanku bahwa aku bisa melahirkan dengan normal. Mama terus mengusap-usap perutku sambil membacakan do’a dan memelukku. Dokter melarangku untuk mengejan, sedangkan rasa ingin mengejan benar-benar tak tertahankan. Aku hanya bisa menarik nafas dalam, lalu mengeluarkan nafas ‘Hah’ untuk mengurangi rasa ingin mengejan. Dokter kemudian memeriksa kembali, ternyata sudah pembukaan 8. Suamiku yang pamit untuk shalat subuh, digantikan mama menungguiku. Aku sudah pasrah, rasanya ingin menyerah karena tidak tahan sakitnya kontraksi, tapi aku mencoba berfikir positif. Allah sudah memberiku kesempatan untuk melahirkan normal, mengapa aku menyerah. Anakku juga berjuang untuk bertahan di tengan ketuban yang minim dan terus mendorong kepalanya memasuki jalan lahir, suami dan mama terus menyemangatiku. Aku harus bertahan. Ketika suamiku kembali ke ruangan dari shalat subuh, dokter juga datang dengan membawa alat-alat untuk bersiap membantu proses persalinan. Aku diposisikan untuk melahirkan, dan diberi intruksi untuk mengejan. Mengejan yang benar ketika kontraksi datang, dengan tidak bersuara. Karena aku melahirkan dengan posisi berbaring, maka aku harus mengejan dengan kepala melihat perutku. Mengejan panjang, ketika tidak kuat maka segera ambil nafas dan menyambung mengejan kembali. Setelah 5 kali mengejan dan mendapat episiotomy (guntingan pada jalan lahir), buah hatiku lahir dengan selamat, dengan BB 3,7kg dan TB 50 cm. Ia terlilit tali pusat longgar 1 lilitan. Setelah dibersihkan, ia langsung diletakkan di dadaku untuk Inisiasi Menyusui Dini (IMD) sambil dijahit pada robekan di perineumku. Allahu Akbar.. aku seperti bermimpi dapat melahirkan dengan normal, aku seperti bermimpi memeluk bayi mungil yang menangis di dadaku.. Saat tulisan ini kutulis, anakku berusia 6 hari. Alhamdulillah tumbuh sehat.. Dan aku sedang melanjutkan perjuangan untuk dapat memberikan ASI ekslusif pada anakku tanpa tambahan apapun sampai usianya 6 bulan. aku menuliskan pengalaman ini untuk memotivasi para calon ibu muda untuk terus memberdayakan diri dengan berbagai pengetahuan dan latihan agar dapat melahirkan dengan normal dan alami. Selain persiapan fisik, kita juga harus mempersiapkan bathin, karena seringkali kejutan demi kejutan terjadi pada saat proses persalinan dan kejutan tersebut terkadang tidak dapat Anda hindari, contohnya jika tiba-tiba selaput ketuban kita pecah dan kita mengalami Ketuban Pecah Dini, atau kejutan yang kita alami saat tiba-tiba kita merasa ingin mengejan padahal belum pembukaan lengkap. Pikiran awal atau beginner mind membuat kita lebih siap menghadapi segala kemungkinan yang bisa saja terjadi dalam persalinan nanti, dimana dalam pikiran ini kita dapat menyadari harapan dan harapan kita akan proses persalinan tanpa harus terpaku kaku dengan harapan-harapan tersebut, apalagi terobsesi. Dalam arti bahwa ketika kita sudah mempersiapkan segalanya dengan sebaik-baiknya maka saat persalinan adalah waktunya untuk pasrah, ikhlas dan tenang. Semangat mempersiapkan kehadiran sang buah hati dengan sebaik-baiknya.. Hamil dan melahirkan adalah anugerah tak terkira bagi seorang wanita, maka janganlah kita menyia-nyiakannya. Tunjukkan rasa syukur kita dengan menjalani setiap proses semaksimal mungkin. Semoga menginspirasi  by : Intan Puspita Sari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun