Mohon tunggu...
Setiawan Muhdianto
Setiawan Muhdianto Mohon Tunggu... Relawan - Penikmat Kehidupan

Berusaha untuk nggegayuh kaprawiran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

"Ibu", Izinkan Pasir Lautmu Kuekspor

9 Juni 2023   16:21 Diperbarui: 9 Juni 2023   18:03 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Laut sebagai Ibu, Koleksi Pribadi

Ibu, 8 Juni kemarin jutaan orang di seluruh dunia memperingatimu. Tanggal itu mereka namakan Hari Laut Sedunia (World Oceans Day). Peringatan itu bertujuan untuk menegaskan pentingnya laut bagi kehidupan. 

Tema peringatanmu tahun 2023 adalah "Planet Ocean: Tides are Changing". Pesan yang ingin disampaikan adalah meskipun lautan menutupi sebagian besar bumi, tapi baru sebagian kecil yang telah dieskplorasi.

Ibu, engkau telah memberi  banyak manfaat bagi manusia. Sumber pangan begitu melimpahnya kausediakan. Keindahanmu sebagai destinasi wisata pun seperti tiada habisnya untuk kami nikmati. Karbon yang kau serap, oksigen yang kau hasilkan sangatlah membantu kami. 

Telah begitu banyak manfaat yang diambil oleh kami darimu. Akan tetapi perhatian kami kepada engkau masihlah sedikit.

Engkau seharusnya diposisikan sebagai sesuatu yang agung, sakral dan dihormati. Bukan sekedar objek ekonomi yang bisa diekploitasi, dikeruk sekehendak hati demi keuntungan semata.

Ibu, saat ini kami sedang menghadapi ujian. Anak-anakmu ini sedang berbeda pandangan. Sebagian saudara kami ingin memanfaatkan pasir lautmu. Di beberapa tempat pasir laut sebagai hasil sedimentasi cukup mengganggu. Perlu pengerukan agar ekosistem lebih sehat.

Pasir itu akan digunakan di dalam negeri untuk pembangunan. Apabila kebutuhan dalam negeri telah mencukupi dan stok melimpah, selebihnya akan diekspor. Pemasukan yang diperoleh akan menjadi pendapatan negara. Yang selanjutnya untuk kesejahteraan bersama.

Pemanfaatan pasir laut telah menjadi kebijakan yang dituangkan dalam peraturan. Mereka berjanji akan memanfaatkan dan mengelola dengan baik. Komitmen untuk kepentingan bangsa dan negara merupakan yang utama. Mereka menepis adanya pesanan ataupun kepentingan pihak tertentu. Apalagi pihak asing.

Kata mereka, penentuan lokasi untuk bisa dilakukan eksplorasi akan dikaji dengan melibatkan berbagai pihak. Untuk bisa dilakukan ekspor pun dengan pertimbangan yang ketat dengan melibatkan berbagai institusi.

Mereka yakin kebijakan ini akan membawa maslahat bagi negara, bagi kita semua. Bisa menyehatkan lingkungan, membuka lapangan kerja dan meningkatkan devisa. Tujuan akhirnya adalah kesejahteraan bangsa.   

Namun, saudara-saudara kami yang lain menentangnya. Mereka khawatir kebijakan ini justru akan mengakibatkan kerusakan lingkungan. Pulau bisa tenggelam, ekosistem pesisir rusak, pantai pun mengalami abrasi.

Nelayan dan masyarakat sekitar pun akan dirugikan. Area tangkapan pun hilang karena dijadikan proyek. Ataupun hasil tangkapan ikan turun akibat ekosistem rusak.

Sebagian besar masyarakat trauma terhadap kebijakan ekspor pasir laut. Masih terkenang dengan jelas "kehancuran" akibat kebijakan ekspor pasir laut di masa lalu. Pulau Nipah, sebuah pulau yang posisinya sangat strategis sebagai salah satu titik dasar perbatasan dengan Singapura, hampir tenggelam. Sementara, Singapura wilayahnya menjadi bertambah luas.

Ibu, sungguh kedua pihak bertujuan baik. Semua bertujuan menjaga lingkungan, perlindungan nelayan dan kesejahteraan bersama. Perbedaan pendapat terjadi karena sudut pandang. Masing-masing pihak belum ada saling percaya, masih ada curiga.  

Ibu, kami berjanji tidak akan rakus. Serakah untuk mengeruk sebanyak-banyak demi keuntungan. Tanpa peduli, pada saudara-saudara yang lain dan anak cucu.

Ibu, hukum kami jika salah, jewer kami jika kami lalai. Guncangan kecil di dasar laut, langkanya tangkapan ikan, ataupun cuaca yang tidak bersahabat. Agar kami selalu eling, ingat janji dan ikrar kami. Komitmen bersama kami sebagai sebuah keluarga, sebagai sebuah bangsa.

Wahai saudara-saudaraku,

Marilah kita duduk bersama dengan penuh kekeluargaan. Berbincang, berdiskusi, bertukar pikiran dengan elegan. Sampaikan pikiran dengan jernih. Keluarkan semua ide dan gagasan dengan brilian.

Jangan ada curiga, benci, dendam dan keculasan. Karena tujuan kita sama. Demi rumah besar kita (lingkungan alam), demi harga diri kita (nasionalisme) dan demi saudara kita (khususnya nelayan).

Bagaimanapun, kebijakan ini telah dimaklumatkan. Apabila ada kelemahan ayo kita kuatkan. Andaikata ada cela dan kekurangan mari kita perbaiki.  Jika ada lalai dan khilaf, alangkah elok bila saling mengingatkan. Seumpama pun memang sangat banyak madharatnya, aturan bisa ditinjau ulang. Asal demi kepentingan bangsa dan negara.

Jangan kita biarkan ibu sedih, menangis dan bersusah hati. Apalagi sampai membuat ibu marah dan mengutuk kita.

Tuhan,

Berilah selalu petunjuk dan jalan, untuk kami berbakti kepada Ibu.

---------------------------------

Sebagai catatan, 

Bagi berbagai etnis di Indonesia, laut pada umumnya dipandang sebagai "ibu". Sosok yang dipercaya sebagai pelindung dan pemberi kehidupan. Laut diimajinasikan dalam kesadaran kolektif masyarakat dengan kelembutan dan penuh kasih sayang

Berbagai mitos dan cerita rakyat Nusantara tentang laut didominasi dengan sosok perempuan. Kisah Putri Mandalika di Lombok, Legenda Putri Hijau di Sumatera, Nyi Wii Temo di Sulawesi adalah contohnya. Tak terkecuali legenda yang sangat fenomenal sebagai penguasa laut selatan, Kanjeng Ratu Kidul dan Nyai Roro Kidul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun