Atas nama kerinduan aku berani bersuara lantang
Di depan istana sang pemenang,
Berdiri paling depan merayu menyebut namamu,
Jika harus ber Orasi aku akan memilih puisi
Yang kau bacakan setiap pagi selepas meminum kopi,
Bisa saja aku bisikan semua peluh kesetiaanku
Tapi aku pilih tegak berteriak.
Hujan mulai menyapa membasuh keringatku
Dengan kepalan tangan yang masih merayu menyambutmu,
Derap langkah kaki kuhentakan hingga tanah mulai goyah,
Tapi aku tetap dengan kepastian yang akan aku segerakan :
Meminta hak atas rinduku yang mulai membatu.
Sebuah tulisan yang kubuat dengan tinta warna merah
Bertuliskan masa lalu yang indah,
Kemudian dianggap sampah, dibungkam dan dipenjarakan,
Ini bukan hanya revolusi atau sekedar intuisi,
Melainkan hasratku untuk memintamu kembali.
Buanglah realita yang ada, jika perlu kau hidup denganku
Di dunia yang tak nyata.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI