Intuisi di warung kopi
Â
"Ayo mampir dan bermimpilah" Sambutnya dari balik jendela tempat Awal dari segala pemikiran, tempat lahirnya sebuah kejujuran  bahkan ditengah ketidak adilan.Â
Malam itu aku duduk didalam ,Sambil berbicara dalam diam :
"Kejujuran ada, pada aroma Secangkir kopi pahit yang sedap meruap, aroma yang tak pernah berdusta sekalipun gula bergumul didalamnya", manusia terlalu perasa lalu di rekayasa, kemudian mati dan berdosa.
Gelas yang digunakan masih sama ,Seperti saat aku pertama meminumnya, gelas yang getas sekalipun sakit menahan panas,
Aku dan gelas telah lama saling mencucup
Aku dan panas telah lama saling meniup
Aku dan napas bagai mesin katup.
Langit mulai mengantuk ,ketika lelaki tua dengan kacamata menulis di depan tokonya  "rasa mudah di reka, tapi tidak dengan aromanya!".
Lalu tempat itu ditutup saat aku mencium wangi terakhirnya, dengan sisa pemikiran yang belum jadi, pulanglah aku tidak membawa hati.
Â
[caption caption="beatles"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H