Politik dinasti memang tidak hanya terjadi di Indonesia saja di negara-negara lain juga banyak yang  menerapkan politik dinasti. Ada keluarga-keluarga yang punya pangruh kuat dalam politik suatu negara, itu lumrah. Filipina mengalaminya sejak negara itu lahir. Nama-nama seperti Macapagal, Aguilar, Cojuangco, Aquino, Magsaysay, dan puluhan keluarga lain mendominasi politik Filipina selama puluhan tahun. Sistem boleh berganti. Tapi keluarga-keluarga ini tetap punya pengaruh. Awalnya di propinsi-propinsi dan kemudian mendominasi politik nasional.
Thailand juga subur dengan dinasti-dinasti politik ini. Seperti misalnya keluarga Vejjajiva dan keluarga Shinawatra. Keduanya menguasai poltiik Thai selama dua dekade belakangan ini. Di Amerika juga ada beberapa keluarga yang punya pengaruh kuat di dalam politik nasionalnya. Keluarga Bush, Kennedy, Rockefeller, dan lain sebagainya itu terkenal memiliki pengaruh yang besar dalam politik.
Bagaimana dengan Indonesia? Saya kira sama saja. Sebagaimana di banyak negara, keluarga politik Indonesia ada yang hanya kuat di daerah-daerah. Kita ingat bagaimana orang ribut mengaitkan otonomi daerah dan pilkada langsung dengan tumbuhnya politik dinasti. Di Banten, Ratu Atut adalah matriarch dari dinasti keturunan Haji Tubagus Chasan Sochib. Di Sulawesi Selatan ada Syahrul Yasin Limpo. Di Kalimantan Tengah, politik didominasi oleh keluarga Narang, dan lain sebagainya.
Uniknya di Indonesia, sejauh ini belum ada keluarga politik yang mencengkeram kuat di daerah juga berpengaruh di tingkat nasional. Berbeda dengan di Filipina atau Thailand dimana keluarga-keluarga politik itu memang memiliki kekuatan di daerah sebelum mendominasi politik nasional.
Kekuatan politik keluarga di tingkat nasional sudah berlangsung lama. Kita tentu tidak asing dengan dinasti Suharto, yang sempat tenggelam karena kejatuhan Suharto namun kini pelan-pelan bangkit kembali. Juga dinasti Djojohadikusumo, yang mendominasi partai Gerindra dan sekarang mendudukkan beberapa anggota keluarganya di parlemen. Yang baru bangkit juga adalah dinastinya Sarwo Edhie yang lewat menantunya Yudhoyono mendominasi politik Indonesia sepuluh tahun belakangan. Juga dinasti keluarga Sukarno, yang berpusat pada Megawati.
Pengisian struktur jabatan di DPR/MPR juga memperlihatkan kuatnya ikatan keluarga ini. Keluarga Sarwo Edhie menempatkan Ibas sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrat, dan Agus Hermanto (menantu) menjadi wakil ketua DPR. Keluarga Sarwo Edhie juga berhubungan dengan Hatta Rajasa yang menjadi besan dari Ani dan Yudhoyono. Kita ketahui Hatta Rajasa adalah ketua PAN.
Yang baru muncul di tingkat nasional adalah Amien Rais. Dengan kemenangan koalisinya di DPR dan MPR, Amien bisa mengklaim dirinya menjadi patriarch sebuah dinasti politik. Amien adalah pendiri PAN. Dia punya pengaruh terhadap Hatta Rajasa dan secara tidak langsung juga dengan Yudhoyono. Seorang anak Amien juga duduk di DPR mewakili PAN.
Tapi tidak ada yang lebih penting dari kedudukan Zulkifli Hassan, mantan menteri kehutanan di bawah Yudhoyono, dan sekarang menjadi ketua MPR. Amien Rais sedang membangun sebuah dinasti di Partai Amanat Nasional (PAN). Saat ini, ia dengan pengaruh kuatnya mendukung Zulkifli Hasan menjadi Ketua Umum PAN.
Semua orang tau bahwa , Zulikifli adalah besan Amien Rais. Berdasarkan skenario di Kongres PAN nantinya, jika Zulkifli jadi Ketua Umum, maka Sekjend akan dijabat putra tertua Amien Rais, Hanafi Rais. Amien Rais pun nampaknya ingin membangun opini publik bahwa seorang ketua umum partai sebaiknya satu periode saja. Padahal di kalangan arus bawah suara Hatta Rajasa sangat kuat.
Skenario Amien ingin menjadikan PAN sebagai kerajaan keluarganya ini sudah tercium beberapa kader terutama kalangan muda
Secara tidak langsung pjika Zulkifli Hasan terpilih menjadi Ketua Umum PAN posisi ini memberikan basis yang sangat kuat untuk Amien Rais sebagai 'king maker' dalam politik nasional. Dia akan sangat berperanan jika terjadi krisis politik. Dia dengan mudah mempengaruhi keluarga jauh-dekatnya ini jika ia ingin memakzulkan Jokowi. Nyatanya, dia memang pernah 'meramalkan' bahwa usia pemerintahan Jokowi hanya setahun.
Melihat apa yang pernah dia lakukan terhadap Megawati dan Gus Dur, saya kira Amien Rais kembali memiliki semua kartu bagus untuk menjadi king maker. Bahkan Prabowo tidak memiliki pengaruh sebesar Amien Rais. Dia telah terbukti sangat piawai memainkan 'micro politics,' memainkan percaturan politik di antara para elit.
Amien Rais sangat lemah dalam politik elektoral. Dia tidak pernah terpilih untuk jabatan publik kenegaraan. Dia memang pernah menjadi ketua Muhamadiyah dan pendiri PAN. Tapi itu bukan jabatan publik yang dimenangkan lewat kontestasi pemilihan yang pluralis. Secara eletoral dia tidak menarik. Itu barangkali yang menyebabkan dia lebih nyaman dalam sistem seperti sistem Orde Baru, dimana politik ditentukan lewat percaturan di antara para elit.
Itulah yang kita saksikan belakangan ini. Politicking, manuver, lobbying, ketika situasi kritis, bahkan seorang politisi pun lari kepada keluarganya. Karena keluarga adalah orang-orang yang bisa dipercaya. Itulah sebabnya, Yudhoyono memasang anggota keluarganya di pucuk pimpinan DPR. Dan jangan lupa, Amien Rais juga memiliki semua ini. Bahkah yang paling lengkap!***
Salam Kompasiana untuk Kita semua, Surabaya 31 Januari 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H