Mohon tunggu...
Paelani Setia
Paelani Setia Mohon Tunggu... Guru - Sosiologi

Suka Kajian Sosial dan Agama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Review Buku The New Santri: Challenges to Traditional Religious Authority in Indonesia

13 Agustus 2021   23:22 Diperbarui: 13 Agustus 2021   23:25 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: wardahbooks.com

Kemudian ada tulisan dari Ahmad Nuril Huda tentang kebangkitan santri sinematik yang luar biasa di Indonesia. Saat ini menurut Huda banyak sekali santri yang menggunakan sinematik dalam membangun wujud baru otoritas islam tradisional yg dimediasi lewat budaya virtual. Namun, tetap harus mengacu pada teks, dan metode diskursif yang sentral. Peran santri dalam sinematik ini sekaligus melawan pendahulu mereka atau konstruksi tradisionalis yang sudah lama dilembagakan. Kemampuan santri dalam menglelola audio visual jadi peralihan sikap santri baru.

M. Najib Azca dan Moh Zaki Arrobi selanjutnya menulis tentang perdebatan dan koeksistensi otoritas tradisional Keraton Jogjakarta dan Kesultanan Ternate. Baik di Jogja maupun di Ternate punya peran bagus dalam proses transisi demokrasi pasca Orba. Keraton Jogja berperan dalam mempromosikan reformasi dan mencegah kerusuhan pada masa kritis pasca transisi. Sementara Kesultanan Ternate berperan dalam konflik komunal Maluku Utara 1999-2001. Makanya, apa yang terjadi di Jogja dan Ternate ada hubungan kerjasama antara kerajaan dan gerakan islam dan perlu dibaca secara lebih luas.  

Artikel terakhir ditulis oleh Hikmawan Saefullah tentang gerakan bawah Islam sebagai gerakan konter budaya akibat perlawanan pada kapitalisme di Indonesia pasca Orba. Lahirnya gerakan islam bawah tanah yang fokus pada perlawanan sosial, politik, ekonomi pasca otorianisme karena peminggirkan yang dialami kelompok ini. Mereka yang dimaksud seperti oleh Punk Islam & Salam Satu Jari. Lewat gerakan ini mereka mengartikulasikan bentuk kemarahan dan kebencian pada struktur (kapitalis) tsb. Kebanyakan mereka menimba ilmu secara formal dan atau kajian seperti membaca terjemahan litelatur islam, majlis taklim, liqa, dan bimbingan murabbi. Melalui kajian ini maka mereka berkenalan dgn para pemikir Timur Tengah dan terinspirasi oleh para pemikir modernis seperti Taqiyudin An Nabhani (Hizbut Tahrir), dan Hasan Al Banna (Ikhwanul Muslimin), Sayyid Qutub, dan Yusuf al-Qardhawi. Mereka kemudian mencari solusi alternatif terkait visi yang diperoleh dari para pemikir dengan gerakan bawah tanah mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun