Mohon tunggu...
Paelani Setia
Paelani Setia Mohon Tunggu... Guru - Sosiologi

Suka Kajian Sosial dan Agama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Agama, Nasionalisme, dan Moderasi Beragama

29 Maret 2021   15:26 Diperbarui: 29 Maret 2021   16:17 1475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: seruji.co.id

Oleh sebab itu, ditengah menguatkan gerakan populis ini, solusinya adalah perlu penguatan nilai Islam melalui moderasi beragama atau Islam moderat. Ariel Cohen mendefinisikan moderasi beragama adalah umat Islam yang melakukan dialog atau kompromi tidak hanya dengan umat Islam saja, melainkan juga dengan non-Muslim yang memiliki pendapat dan interpretasi berbeda tentang kita suci (Cohen, 2005). 

Berbeda dengan Cohen, John L. Esposito mendefinisikan Islam moderat adalah mereka yang hidup dan bekerja di sebuah masyarakat, mencari perubahan, menolak ektremisme agama, dan menganggap terorisme tidak dibenarkan (Esposito, 2005). Dengan demikian, seorang Muslim moderat adalah mereka yang peduli akan kebebasan berpikir dan berbicara, memiliki jiwa perubahan tetapi bukan lewat aksi militer dan kekerasan, dan mempunyai prinsip berperikemanusiaan.

Dengan keberadaan kelompok populis sekaligus radikal di Indonesia, tentulah persoalan pertentangan agama dan nasionalisme dirasa masih akan berlanjut oleh karena pemahaman mereka yang kaku. Sebagai kontra narasi, maka kampanye Islam moderat mestilah digalakkan kepada masyarakat. Hal ini bertujuan semata-mata untuk melawan narasi yang dilancarkan kelompok populis Islam, karena sejatinya masyarakat Islam di Indonesia bermayoritas moderat. Prinsip-prinsip moderasi Islam ini bahkan telah terwujud dalam apa yang disebut nasionalisme saat ini.

Namun demikian, selain pertentangan ini yang perlu diwaspadai juga adalah praktik politik identitas. Apalagi jika digunakan sebagai alat untuk melegitimasi elit yang berkuasa. Menggebuk satu kelompok dengan tuduhan tidak Pancasilais, atau anti-kebhinekaan. Atau menuduh masyarakat lain, anti-Islam atau Islamophobia. Tampaknya hal tersebut bukanlah ciri dari seorang Muslim moderat.

Getirnya, bahaya politik identitas akan mengancam tatanan persatuan Indonesia. Beruntungnya sampai saat ini, Indonesia tidak seperti Yugoslavia atau terjadinya keruntuhan Balkan (balkanisasi). Namun demikian, pekerjaan rumah tentang penerapan demokratisasi di Indonesia masih harus perlu diperbaiki. Peluangnya adalah Indonesia sebagai mayoritas Muslim bisa memberikan contoh tentang penerapan sistem demokrasi ditengah keberagaman terhadap suku, agama, dan bahasa.

Referensi:
Azra, Azyumardi. 2016. "Agama Dan Nasionalisme." Republika.Co.

Cohen, A. 2005. "Power or Ideology: What the Islamists Choose Will Determine Their Future." American Journal of Islamic Social Sciences 22(3):1--5.

Esposito, J. L. 2005. "Moderate Muslims: A Mainstream of Modernists, Islamists, Conservatives, and Traditionalists." American Journal of Islamic Social Sciences 22(3):11.

Mugiyono. 2018."Relasi Nasionalisme Dan Islam Serta Pengaruhnya Terhadap Kebangkitan Dunia Islam Global."

Shadily, Hassan. 1983. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: PT Bina Aksara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun