Belum lagi di kota-kota besar, tren nongkrong, ngopi, di kafe-kafe banyak dilakukan sebagai budaya popular. Bahkan, hal tersebut menghilangkan sekat kelas sosial masyarakat akibat samarnya status dalam dunia virtual, siapa pun bisa melakukan hal tersebut. Ini merupakan bagian tak terpisahkan dari pemanfaatan waktu senggang.
Waktu senggang di definisikan sebagai waktu kosong, luang, atau sebuah jeda aktivitas harian. Namun, term ini identik dengan pemanfaatan waktu luang yang tidak sesuai porsi dan biasanya dilakukan oleh kalangan menengah ke atas seperti agenda rekreatif dan konsumsi berlebih.Â
Hal ini bertujuan untuk menegaskan kelas sosial darimana mereka berasal yakni golongan kelas menengah dan atas. Menurut Franciskus Simon dalam karyanya Kebudayaan dan Waktu Senggang, cara masyarakat post-industrial dalam menghabiskan waktu senggang jauh dari idealisme, atau hanya identik dengan aktivitas hedonis, rekreatif, dan konsumtif. Berbeda dengan zaman Yunani Kuno dulu, mereka memanfaatkan waktu senggang dengan diskusi, menulis, dan aktivitas lainnya yang produktif.
Pada dasarnya waktu senggang selalu berkonotasi positif. Menurut Josep Pieper, dalam bukunya Leisure: The Basis of Culture, terdapat lima poin penting memahami waktu senggang.
Pertama, waktu jeda dari runititas pekerjaan, kesibukan, keseharian, dan santai. Artinya suasana setelah melaksanakan aktivitas-aktivitas tertentu sesuai prioritas kehidupan.
Kedua, waktu rileks. Rileks disini jika dimaknai di sekolah sebagai tempat pendidikan dan pengajaran yang santai, rileks, tepat, bukan pembelajaran yang menekan dan membebani siswa.
Ketiga, sikap kontemplatif. Yakni sikap yang tidak hanya membiarkan segala peristiwa berlalu begitu saja, melainkan sebuah aktivitas imajinasi petualangan untuk mengumpulkan ide-ide, merumuskan penalaran, mengasah daya abstraksi, dan menajamkan intuisi.
Keempat, waktu kesunyian. Bukan suatu kebisuan, kehampaan, atau kebodohan, tetapi sikap keterbukaan dan penegasan.
Kelima, waktu yang menyatu dengan diri sendiri. Artinya, pemanfaatan waktu senggang yang positif sesuai manajemen dan kemampuan masing-masing. Seorang pekerja selayaknya beristirahat sejenak untuk menikmati pekerjaannya agar kembali normal.
Semuanya Bisa Dilakukan di Rumah
Ditengah pandemi Covid-19 ini, aktivitas di rumah banyak dimaknai sebagai waktu senggang tanpa esensi. Ini bukti dari ketidakbiasaan masyarakat Indonesia dalam memanfaatkan waktu-waktu produktif di rumah.Â