Yuval Noah Hariri sejarawan dan profesor di Habrew University of Jerusalem menulis artikel dalam Financial Times yang mencengangkan publik yang berjudul The World After Coronavirus.Â
Artikel tersebut berisi tentang prediksi kondisi dunia setelah pandemi corona berakhir dan apa saja yang harus dilakukan masyarakat global. Bagi Hariri, setelah pandemi terjadi masa depan akan ditentukan oleh sikap, pilihan, dan keputusan kita dihari ini. "Humanity needs to make a choice. Will we travel down the route of disunity, or will we adopt the path of global solidarity?".
Apa yang diprediksi oleh Yuval Noah Hariri setelah pandemi berakhir yakni terbentuknya sistem perawatan kesehatan nasional, juga perubahan ekonomi, politik, dan budaya juga diamini oleh Nicholas Burns, Profesor Harvard Kennedy School of Goverment.
Ia menyatakan pandemi ini merupakan krisis global terbesar abad ini, skalanya sangat dalam dan besar sekali, efeknya juga akan besar bagi global.
Selain itu, tidak sedikit yang mengkhawatirkan efek pandemi akan berujung pada kebangkitan surveillance state akibat monitori social distancing yang ketat. Termasuk lahirnya kebangkitan pemerintahan yang otorianisme pada negara yang terkena wabah corona.Â
Di lain sisi, banyak pihak juga berharap kedepan setelah berakhirnya pandemi ini harus dibangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sains, media, dan pemerintah. Di arena global, juga perlu penekanan pada soliditas global atau rencana global mengantisipasi kembalinya suatu wabah menyerang dunia.
Hal tersebut hanya sekelumit analisis dan harapan masyarakat, banyak hal lain dirasa akan terjadi pasca corona dengan dipandang dari berbagai sudut pandang dan pemahaman sehingga menimbulkan polemik baru menyoal yang akan terjadi pasca pandemi ini berakhir.
Lalu, pernahkah dunia mengalami hal yang sama sebelumnya? Bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap apa yang sudah dianalisis para ahli pasca pandemi corona berakhir?Â
Dunia Pernah Alami Krisis Pasca Wabah
Wabah Hitam (Black Death) terjadi pada tahun 1347-1351 di Eropa dan menghabisi 60% penduduknya. Kala itu terjadi epidemi penyakit yang disebabkan oleh bakteri Yersinia Pestis diantara hewan pengerat liar tempat mereka hidup dalam jumlah besar dan padat atau area fokus wabah dan penampunagn wabah.
Sekitar 475 juta penduduk Eropa berkurang menjadi 375 juta penduduk kala itu akibat wabah ini. Bahkan saking tingginya angka mortalitas akibat wabah ini tidak mampu menampung pemakaman umum, bahkan mayat-mayat dibiarkan di pinggir jalan dan dihanyutkan ke sungai secara sengaja.Â