Mohon tunggu...
Setianing Rahayu
Setianing Rahayu Mohon Tunggu... Lainnya - Assalamualaikum Wr.WB saya Setianing Rahayu dari kudus jawa tengah

semoga karyaku bisa bermanfaat untuk semua orang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menanamkan Moderasi Beragama di Era Disrupsi Teknologi

21 Desember 2020   17:49 Diperbarui: 25 Desember 2020   17:55 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Setianing Rahayu 
(Mahasiswa Pendidikan Biologi UIN Walisongo Semarang)

Di era digital seperti sekarang ini manusia tidak dapat terlepas dari teknologi. Teknologi memberikan banyak sekali pengaruh yang positif di keberlangsungan hidup ini salah satu contoh dari pengaruh teknologi yang positif  yaitu adanya Handphone. 

Handphone membantu untuk memudahkan mencari  dan melayani kita di dalam semua bidang apapun menjadi lebih cepat, dan juga membuat pekerjaan kita lebih mudah dan menghasilkan yang lebih baik. 

Sekarang teknologi  di zaman sekarang benar-benar berkembang sangat pesat, dan masuk ke semua aspek kehidupan manusia baik yang kita sadari maupun yang belum  sadari. Sekarang teknologi sudah melayani di semua bidang-bidang kehidupan. 

Selain di era teknologi sekarang ini memberikan pelayanan dan hal-hal yang berguna atau positif,  di era teknologi ini  juga muncul  sebuah dirsupsi, disrupsi sekarang ini berdampak pada perilaku komunikasi masyarakat hingga cara beragama kita sekarang ini.  

Disrupsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), didefinisikan sebagai " hal tercabut dari akarnya". Disrupsi muncul di zaman teknologi ini dan sangat erat dengan kaitan pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi.

Era disrupsi mengakibatkan terjadinya perubahan radikal dalam semua aspek kehidupan, tak terkecuali bidang kehidupan keagamaan. Kondisi disrupsi teknologi melahirkan perubahan bidang keagamaan yang masih diragukan kebenarannya. 

Di era disrupsi teknologi ini manusia memilih untuk mengakses ilmu-ilmu agama dari internet tanpa ada guru atau seorang ahli agama yang jelas dan tanpa kebenaran ilmu yang jelas, masyarakat lebih senang mengakses dari internet karena menurutnya lebih mudah, lebih cepat, dan lebih mempersingkat waktu dan tenaga. 

Sikap-sikap seperti ini sangat membahayakan, karena tanpa bimbingan orang yang ahli  agama, informasi agama yang di sajikan seringkali salah dan campur aduk tak terkendali karena konten-konten tersebut kadang tidak disertai kerangka berpikirnya, metodoligi istimbat hukumnya, ikhtilaf-ikhtilaf yang ada di dalamnya, dan konteks hukumnya.

Hal-hal seperti ini di era disrupsi teknologi yang didukung  oleh masyarakat yang serba instan dapat menyebabkan dampak yang buruk seperti pemahaman agama yang  kaku dan cenderung bersifat radikal.  

Masyarakat di zaman serba instan ini juga semakin abai terhadap metodologi ilmu agama yang diwariskan oleh ahli agama terdahulu, sehingga individualisme pemahaman agama muncul semakin menguat dan mengakar di masyarakat.

Di era disrupsi ini banyak sekali konten-konten kebencian  dan konten hoaks, semakin banyaknya konten tersebut dikarenakan internet memberikan ruang penyebaran konten yaang bebas. 

Lebih parahnya lagi konten-konten  tersebut menyusup masuk ke  konten yang bermuatan agama.  Sehingga masyarakat percaya akan hal itu karena konten disajikan menarik untuk dibaca, dan masyarakat langsung percaya dan tidak mengecek kebenarannya. 

Masyarakat sekarang lebih bersikap individualisme  terhadap pemahaman keagamaan dan lebih tertarik dengan berbagai informasi atau opini yang bersebaran  di internet tanpa melakukan verifikasi kebenaran konten tersebut. 

Sikap-sikap akibat pengaruh disrupsi teknologi tersebut  harus kita sikapi dengan menerapkan moderasi beragama. Karena menjadi seseorang yang moderat akan merubah sikap hidup kita lebih seimbang di dimensi kehidupan. Sikap seimbang atau sikap yang ada di tengah ini bisa disebut dengan Wasathiyah yaitu sesuatu yang ada di tengah, yang adil diantara dua pemikiran yang ekstrem, sehingga akan menghadirkan pemahaman keagamaan yang moderat.

Menjadi seseorang yang moderat menjadikan kita mampu berpikir kritis, mampu menyeleksi, memverifikasi, dan menyaring informasi-informasi keagamaan yang tersebar di internet. Sehingga kita tidak terpaku pada pemahaman agama yang radikal dan informasi keagamaan yang masih belum diketahui kebenarannya di era disrupsi teknologi ini. 

Bersikap moderat menjadikan kita lebih toleran menyikapi pemahaman keagamaan yang berbeda-beda. Sebagai seorang moderat  selain harus berpikir kritis terhadap pemahaman keagamaan yang radikal dan belum diketahui kebenarannya ini kita juga harus membuka diri terhadap perubahan, berdamai, berdaptasi dengan kondisi disrupsi seperti ini agar bisa mempertahankan kebenaran ajaran-ajaran dan tidak terpengaruh kepada hal yang radikal maupun yang provokatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun