Biarlah waktu menjadi puisi yang tak rumit, tanpa tanda tanya
Karena duka terlalu banyak sudah yang tak berjawab.
Penggalan puisi yang tertulis di sampul belakang buku, seperti ingin menggambarkan makna puisi-puisi dalam buku antologi "Puisi untuk Kopiku" karya Sapto H.P. Sederhana, namun memberikan kesan mendalam.
Buku terbitan Penerbit Kiblat, Bandung ini memuat 66 puisi karya Sapto H.P. tentang beragam tema yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Nikmat secangkir kopi seperti menjadi jembatan yang mengantarkan pembaca pada makna puisi.
Dalam "Puisi untuk Kopiku", penyair seperti ingin memberikan pesan melalui goresan puisi kepada seseorang yang diibaratkan sebagai secangkir kopi.
Ini puisi untukmu/ Kutulis tanpa kata-kata manis/ Tanpa gula-gula/ Apa adanya sepertimu.
Begitulah, nikmat kopi serupa seduhan kata-kata yang menghanyutkan perasaan. Meski tak seberani Jaka Tarub, penyair kembali mengungkapkan perasaannya pada "Puisi Buat Bidadari".
Karena dirimulah/ Pelangi menjadi indah/ Warna-warni tercipta/ Menyita pandang semesta.
Selain berkutat dengan ungkapan rasa cinta yang personal, puisi-puisi dalam buku ini juga menyentuh tema-tema lain seputar masalah sosial, agama, politik dan lain-lain dengan gaya yang khas.
Dalam puisi berjudul "Roti Sobek", Sapto H.P. menulis bait puisi yang menerbitkan senyum, "Maria bawa roti/ Rupa-rupa warnanya/ Mari sobek yang hijau/ Meletus roti coklat."