Mohon tunggu...
Setiyo Bardono
Setiyo Bardono Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Kurang Ahli

SETIYO BARDONO, penulis kelahiran Purworejo bermukim di Depok, Jawa Barat. Staf kurang ahli di Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MAPIPTEK). Antologi puisi tunggalnya berjudul Mengering Basah (Aruskata Pers, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (Pasar Malam Production, 2012), Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012), dan Rempah Rindu Soto Ibu (Taresia, 2024). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Di Era Digital, Swedia Terapkan Pembelajaran Tradisional

15 Januari 2025   16:01 Diperbarui: 15 Januari 2025   16:01 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pembelajaran di sekolah (Sumber: pixabay.com/tanrca)

Di tengah masifnya perkembangan teknologi, pemerintah Swedia justru memilih mewajibkan anak di bawah usia 6 tahun untuk kembali memakai buku cetak dan mengerjakan tugas dengan tulis tangan. Kebijakan pembelajaran tradisional ini seakan bertolak belakang dengan banyak negara yang gencar melakukan tranformasi digital di semua lini kehidupan.

Kebijakan pemerintah Swedia ini saya ketahui saat Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Prof. Daniel Murdiyarso memberikan kata sambutan dalam seminar Nasional "Semikonduktor dan AI sebagai Penggerak Revolusi Teknologi Masa Depan" yang digelar secara hibrida pada Rabu, 15 Januari 2025.

Seminar ini menghadirkan pembicara kunci yaitu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto; Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Prof. Satryo S. Brodjonegoro; dan narasumber lainnya.

Sebelumnya Prof. Daniel menyampaikan tantangan dalam pengembangan semikonduktor dan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, salah satunya adalah sumber daya manusia dan etika pemanfaatan AI.

Ia juga menyinggung mengenai kebijakan Pemerintah Swedia yang meminta sekolah-sekolah menggunakan buku cetak. Prof. Daniel menyampaikan bahwa ia sempat bertanya pada AI mengapa Pemerintahan Swedia menerapkan kebijakan tersebut.

"Saat bertanya pada AI, disebutkan ada distorsi yang diamati sehingga ada banyak kerugian ketimbang manfaat dari AI yang diindentifikasi saat ini," tuturnya.

Kebijakan pendidikan di Swedia ini menekankan pentingnya literasi dan pembelajaran klasik. Selain itu kebijakan ini untuk mengurangi ketergantungan anak-anak pada teknologi digital dalam proses belajar.

Mereka juga menganalisa manfaat mengembalikan buku di tengah-tengah proses belajar karena ada kemungkinan bahwa kemampuan membaca dan memahami teks itu berkurang dengan adanya teknologi AI.

Kedua, meningkatkan konsentrasi belajar. Hal ini karena indikasi bahwa dengan teknologi konsentrasi belajar menjadi buyar. Terakhir, yang menarik adalah untuk mengurangi stres.

Untuk itu, Prof. Daniel berharap ada diskusi yang melibatkan berbagai ahli karena AIPI selain memiliki komisi terkait engineering, rekayasa, dan ilmu pengetahuan dasar,  juga memiliki komisi budaya dan sosial.

"Banyak begawan-begawan ilmu sosial dan budaya dari AIPI yang mulai mencermati hal ini," ujarnya.

Karena penasaran, saya mencoba mencari informasi lebih lanjut terkait kebijakan pemerintah Swedia ini. Laman Kompas.com pada 19 September 2023 memuat artikel menarik berjudul "Langkah Berani Swedia Kembali ke Model Pembelajaran Tradisional."

Artikel tersebut mengutip Asociated Press, 8 September 2023 yang menyebutkan bahwa keputusan itu diambil setelah mempertimbangkan pertanyaan dan saran dari para politikus dan ahli pendidikan yang menilai negaranya terlalu berlebihan menggunakan teknologi atau digitalisasi dalam pendidikan.

Ahli dari Institut Koralinka Swedia mengatakan, ada bukti ilmiah yang jelas bahwa alat-alat digital justru merugikan, bukannya meningkatkan pembelajaran siswa.

Para ahli di institut itu percaya bahwa fokus pembelajaran harus kembali pada perolehan pengetahuan melalui buku teks cetak dan keahlian guru, daripada memperoleh pengetahuan terutama dari sumber digital yang tersedia secara bebas dan belum diperiksa keakuratannya.

Penggunaan buku cetak di negara maju ternyata juga dilakukan di Jepang. Di era digital, buku cetak tetap menjadi favorit orang-orang di Jepang. Dibandingkan bacaan digital, membaca buku yang ditulis oleh seorang ahli secara tuntas bisa lebih mengasah ketajaman pikiran.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Pembelajaran menggunakan buku cetak dan mengerjakan tugas dengan tulis tangan tentu bukan hal asing bagi anak-anak sekolah di Indonesia. Di sisi lain, transformasi digital juga mulai merambah ke sektor pendidikan di Indonesia.

Dampak negatif dari kemajuan teknologi nampaknya juga sudah disadari oleh pemerintah Indonesia. Belum lama ini Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) meluncurkan Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, sebuah inisiatif strategis untuk mewujudkan pembangunan SDM unggul.

Mengutip dari laman kemdikbud.go.id, gerakan ini bertujuan menanamkan kebiasaan positif yang dapat membentuk karakter anak-anak Indonesia agar menjadi generasi yang sehat, cerdas, dan berkarakter unggul. Gerakan ini berfokus pada tujuh kebiasaan utama yaitu bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat dan bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, dan tidur cepat.

Pada kesempatan tersebut Mendikdasmen, Abdul Mu'ti menyampaikan bahwa pendidikan tidak hanya tentang memberikan pengetahuan, tetapi juga membangun karakter. Tujuh kebiasaan ini diharapkan dapat membentuk anak-anak Indonesia menjadi pribadi yang cerdas secara intelektual, sosial, dan spiritual.

Melalui gerakan ini, Kemendikdasmen ingin menghidupkan kembali nilai-nilai tradisional Indonesia yang positif, seperti bermain bersama teman sebaya, mengurangi ketergantungan pada gawai, dan membiasakan bangun pagi agar bisa memulai hari dengan produktif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun