Dipetik dari rumpunnya, daun pandan tak pernah menyimpan dendam. Ia memilih menebarkan wangi, agar terjaga cita rasa hingga sekujur nadi.
Dipisahkan dari induknya, daun pandan tak pernah memendam amarah. Ia rela menjadi selimut yang menghangatkan gigil hingga nyala api perlahan mematangkan mimpi.
Meski mengering tubuhnya, daun pandan tak pernah merasa geram. Ia setia menemanimu meracik bumbu mengolah rasa hingga sepiring harapan lezat tersaji.
Meski disisihkan raganya, daun pandan tak pernah gelisah. Ia pasrah menjalani lembaran kisah hingga serpihan kata menjelma puisi.
Manggarai, 28 November 2022
Puisi ini terinspirasi setelah mencicipi kelezatan Nasi Matah Ayam Pandan di Resto Matah Bete dekat Stasiun Manggarai.