Orang-orang itu berhamburan mengejar Paijo. Tanpa pikir panjang, Paijo balik badan, bermaksud lari menghindar. Namun, lelaki tinggi besar mengadang dan memegang lengannya. Paijo langsung teringat pada lelaki berambut gondrong yang kencing di dekat tembok.
Dalam sekejap, orang-orang yang tadi berada di gubuk kayu mengelilingi Paijo. Raut wajah mereka tak bersahabat.
"Maaf Bang, tadi nggak sengaja," kata Paijo ketakutan.
"Kamu siapa berani berulah di sini!"
"Udah Bang, Hajar aja!"
Dengan ekspresi datar, lelaki berambut gondrong menghujamkan bogem mentah ke wajah Paijo. Paijo menjerit kesakitan. Tubuhnya tersungkur di jalanan. Tanpa komando, orang-orang ikut mendaratkan pukulan dan tendangan ke sekujur tubuhnya.
Diantara rasa sakit yang mendera tubuhnya, Paijo teringat rencananya. Bukankah ia ingin babak belur agar bisa mendapatkan utang?
--- oOo ---
Kedatangan Paijo dengan tubuh babak belur membuat Bramantyo dan istrinya panik. Bramantyo bergegas mengambil minyak tawon, handuk dan baskom berisi air hangat. Sementara Nurul, istri Bramantyo membuat segelas teh manis, pertolongan pertama pada bermacam penyakit dan korban kecelakaan.
Setelah membersihkan dan mengobati luka, Paijo menceritakan kalau dirinya dikeroyok penagih utang karena punya tunggakan utang pada rentenir. Jika dalam waktu seminggu, utangnya tidak dilunasi, mereka akan datang dan mengambil barang-barang di rumahnya. "Harusnya Paklik tak berurusan dengan rentenir," kata Bramantyo.
"Habis bagaimana lagi, Paklik butuh uang. Mau pinjam ke siapa lagi, Paklik nggak enak sudah terlalu banyak merepotkan. Sebenarnya Paklik malu datang ke sini karena masih punya tanggungan utang sama kamu. "