Keberadaan kopi semakin poluler seiring menjamurnya kedai kopi di beberapa daerah di Indonesia. Kopi tak lagi menjadi minuman wajib bagi orang tua, tapi juga menjadi minuman favorit kaum muda atau sering disebut generasi milenial. Segala hal terkait dengan kopi menjadi topik pembicaraan para pencinta kopi.
Meskipun saya hanya penikmat kopi sachetan, tapi pembicaraan tentang bioenergi dan kopi di Rabu pagi itu (16/1/2019) di Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri) di Jalan Raya Pakuwon Km 2 Parungkuda, Sukabumi, Jawa Barat sangat menarik.Â
Suasana bertambah hangat karena Kepala Balittri, Syafaruddin Deden menyuguhkan secangkir cokelat hangat, sukun goreng, dan cokelat olahan.
Deden mengisahkan, Balittri yang merupakan unit di bawah Badan Litbang Pertanian berdiri sejak 12 Oktober 2011 dengan mandat melaksanakan penelitian empat komoditas utama yaitu kopi, kakao, karet, dan teh. Sementara komoditas pendampingnya ada kemiri sayur, kola, makadamia, melinjo, tamarin, iles-iles dan jarak pagar.
Selama hampir 7 tahun, Balittri telah menghasilkan berbagai jenis varietas dari empat komoditas utama tersebut. Untuk komoditas kopi, selain jenis arabika dan robusta, Balittri mengembangkan kopi yang masih asing di telinga saya yaitu kopi Liberika.Â
Balittri pada 2015 melepas 2 varietas kopi Liberika hasil kerja sama dengan Pemda Riau yaitu Liberoid Meranti 1 (LIM 1) dan LIM 2. Varietas memiliki keunggulan mampu beradaptasi di lahan pasang surut dan memiliki toleransi tinggi pada tanah yang kurang subur.
Selain 2 varietas kopi Liberika, pada 2018 Balittri melepas 4 varietas kopi Robusta dari Lampung yaitu varietas Korolla 1, Korolla 2, Korolla 3 dan Korolla 4. Korolla merupakan singkatan dari Kopi Robusta Liwa Lampung Barat.
Pada 2017, Balittri mendapat mandat untuk melakukan perbanyakan kopi Arabika dan Robusta yang dibagikan secara gratis kepada petani. Karena sifatnya cross pollinated (menyerbuk silang), kopi Robusta jika diperbanyak dengan biji akan tumbuh dengan bermacam-macam kualitas.Â
Untuk itu, perbanyakan benih Robusta di Balittri menggunakan stek berakar. Sementara, kopi Arabika umumnya menyerbuk sendiri (self pollinated) sehingga bisa diperbanyak menggunakan biji.
Fasilitas perbenihan komoditas perkebunan di Balittri terbilang modern dan lengkap dengan kapasitas produksi 2 juta benih per tahun. Balittri juga memiliki rumah kaca yang temperaturnya bisa diatur, karena efek dari temperatur dalam penyekapan saat pemasangan stek sangat bepengaruh.
Perbincangan sempat terputus karena Kepala Balittri harus menerima rombongan tamu dari Partnership for Indonesia Sustainable Agriculture (PISAgro), Cocoa Sustainable Partnership (CSP), PT Kirana dan Nestle. Â Rupanya keberadaan Balittri juga menarik para pengusaha kopi dan kakao.
Balittri juga didukung sarana penelitian yang memadai yang terdiri dari kebun percobaan (KP), laboratorium, dan Perpustakaan. Balittri memiliki empat kebun percobaan yaitu KP Pakuwon di dekaat Kantor Balittri seluas 154,6 hektare (ha). Selanjutnya KP Gunung Puteri di Cianjur dengan luas 5 ha, dan KP Cahaya Negeri di lampung Utara dengan luas 30 ha.
Selain perbenihan, pengembangan komoditas kopi dan kakao di hilir juga telah menghasilkan berbagai produk seperti permen coklat, bubuk coklat, kopi dan teh yang sudah siap saji. Produksinya dilakukan di instalasi bioindustri yang telah dilengkapi dengan mesin dan peralatan pengolahan kopi dan kakao.
Biodiesel dari Kemiri SunanÂ
Seusai berbincang dengan Kepala Balittri, kami berkesempatan mengintip proses penelitian kemiri sunan (Reutealis trisperma) sebagai biodiesel. Di lokasi penelitian, kami bertemu dengan Peneliti utama bidang ekofisiologi Balittri, Dibyo Pranowo, telah meneliti 21 jenis sumber biofuel antara lain kemiri sunan, kelapa sawit, pongamia, kepuh, kemiri sayur, biji karet, jarak pagar, nyamplung, dan lain-lain.
Menurutnya, kemiri sunan efisien dikembangkan menjadi biodiesel karena karena tidak bersaing dengan sumber tanaman pangan, pohonnya bisa untuk konservasi, serta untuk diversifikasi produk. Produktivitasnya tinggi, dalam 1 ha bisa menghasilkan sekitar 7 ton crude oil/ha/tahun. Dari 100 kg kemiri sunan bisa jadi 48 liter biodiesel. Tanamannya besar dan umurnya panjang lebih dari 50 tahun.
"Tanaman kemiri sunan mampu hidup di lahan marjinal atau lahan kritis. Kemiri sunan sudah kita uji tanam di beberapa tempat seperti lahan timah di Bangka, lahan batu bara di Kalimantan Timur, emas di Pulau Buru, tambang bauksit di Pulau Bintan. Kemiri sunan cocok di tempat-tempat itu sebagai reboisasi," terangnya.
Kemiri sunan memiliki karakter saat berbunga akan merontokkan daun, sehingga menambah biomassa. Pada lahan 1  ha, kemiri sunan mampu mengkonservasi  1,5 ha. Dibyo yang telah mengantongi 3 paten di bidang biofuel ini menerangkan, setiap mau berbunga kemiri sunan akan merontokkan daun yang kemudian menjadi hara.Â
Satu minggu setelah berbunga dia baru mengeluarkan daun. Keuntungannya lagi tidak perlu panen tinggal collecting, karena begitu masak fisiologis buahnya akan jatuh sendiri.
Untuk menghasilkan biodiesel, Dibyo menerangkan biji kemiri sunan dikupas kemudian dikeringkan untuk diambil biji. Kernel atau isi dari biji kemiri sunan yang sudah dikeringkan hingga kadar airnya 5% dipres. Dari mesin pres akan keluar minyak dan bungkil.Â
Minyak kemiri sunan inilah yang kemudian diproses dalam reaktor sehingga menjadi biodiesel. Dari kernel akan dapat sekitar 48% - 54% biodiesel tergantung varietasnya.
Hingga saat ini, Ia sudah membuat reaktor biodiesel berkapasitas 400 liter/hari yang sudah mendapat paten dan merintis pembuatan reaktor berkapasitas 1.500 liter/hari.Â
Reaktor biodiesel rancangannya merupakan mesin biodiesel multifungsi yang mampu mengolah semua jenis minyak nabati termasuk jelantah menjadi biodiesel. Kedepan ia akan mengembangkan reaktor biodiesel berkapasitas 10.000 liter dan berbasis android.
Dibyo optimis kedepan kemiri sunan bisa menjadi primadona. Saat ini sudah ada pihak swasta binaan Balitbangtan yang membangun kebun induk di NTT, Flores, dan Subang sehingga sumber benih kemiri sunan tersedia.Â
Balittri sudah melakukan pengembangan kemiri sunan sebagai bahan baku biodiesel sejak lima tahun terakhir. Bahkan, pada 2019, Balittri mendapat binaan untuk menjadi Pusat Unggulan Iptek (PUI) Bioenergi dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H