Mohon tunggu...
Setiyo Bardono
Setiyo Bardono Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Kurang Ahli

SETIYO BARDONO, penulis kelahiran Purworejo bermukim di Depok, Jawa Barat. Staf kurang ahli di Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MAPIPTEK). Antologi puisi tunggalnya berjudul Mengering Basah (Aruskata Pers, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (Pasar Malam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pecak Belut Bu Niti di Pemalang yang "Puedes Nyamleng"

18 Agustus 2017   21:53 Diperbarui: 19 Agustus 2017   16:41 2928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya pelayan datang juga membawa beberapa piring berisi, jreng.... jreng.... nasi putih dan lalapan. Ternyata lalapannya berbeda dengan lalapan yang disajikan warung pecel lele: irisan ketimun, touge, dan rebusan daun pepaya. Mantap! Tapi kok pecak belutnya belum datang.

Petani yang tekun menggarap sawah tentunya sangat berharap panen dengan hasil melimpah. Penantian kami tak sia-sia. Saat pecak belut terhampar di depan mata, saya membayangkan ekspresi kebahagiaan petani Desa Nyamplungsari yang esok akan merayakan panen perdana.

Belut goreng terlihat pasrah berendam sambal berkuah santan. Tanpa protokoler, saya menyantap pecak belut. Rasanya mantap surantap. Walaupun sambalnya sangat pedas menurut ukuran lidah saya, namun seporsi pecak belut tandas juga. Nyamleng tenan.

Rasanya saya seakan terlempar ke masa kecil di Purworejo. Waktu itu saya sering memancing belut atau welut di pematang sawah dengan umpan katak kecil. Belut hasil memancing kemudian digoreng ibu dan disajikan dengan sambal terasi ditemani nasi hangat kebul-kebul. Kalau hasil tangkapan banyak, ibu suka membuat pepes belut. Ah...

Suasana RM Bu Niti jadi terasa syahdu, apalagi posisinya berada di dekat persawahan tempat belut-belut berkembang biak dengan damai tanpa terganggu riuh medsos. Dan seusai makan pecak lele, pelayan rumah makan yang suka bergurau menawari kami ditawari buah sawo kecik.

Benar-benar malam yang nyamleng.

---

KRL Commuterline, 18 Agustus 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun