Tulisan-tulisan Afi Nihaya Faradisa di media sosial selalu menjadi perhatian publik akhir-akhir ini. Sebagian mengagumi sikap kritis siswi SMA Gambiran, Banyuwangi ini, terutama terkait masalah keberagaman. Sebagian lagi menyayangkan karena beberapa atau sebagian tulisannya “terindikasi” tidak orisinal dan comot sana-sini.
Saya tidak akan bicara tentang dugaan "plagiarisme" dalam tulisan Afi. Melejitnya Afi mengingatkan saya saat bertemu dengan teman-teman seumuran Afi yang menurut saya prestasinya juga layak diacungi jempol. Sebenarnya banyak generasi muda berbakat di Indonesia.
Waktu itu saya berkesempatan menghadiri pelepasan beberapa peneliti remaja sepantaran AFI yang akan berlaga di ajang kompetisi ilmiah bergengsi Intel International Science and Engineering Fair (Intel ISEF) 2017. Acara digelar di Media Center Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta, hari Senin (8/5/2017).
Para peneliti remaja ini harus bersaing dengan sekitar 1.700 peserta dari 70 negara di Los Angeles, California, Amerika Serikat 14-19 Mei 2017. Para peneliti remaja ini harus mempresentasikan karya ilmiahnya memakai bahasa Inggris di hadapan para juri. Di ajang internasional ini, saya mendapat kabar kalau tiga penelitian peneliti remaja Indonesia berhasil meraih Grand Award dan Special awards.
Secara bergantian 6 peneliti remaja ini fasih menuturkan hasil penelitian mereka yang meraih juara di ajang Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) 2016 yang diselenggarakan oleh LIPI. Saya baru sadar kalau mereka semua perempuan dan berjilbab.
Para peneliti Remaja yang akan bertolak ke Los Angeles antara lain Chyntia S.Y.H dan Zahratul Jannah dari SMAN 80 Jakarta, Juara II LKIR kategori life sciences. Keduanya tekun mengamati perilaku Cicak Rumah (Cosymbotus platyurus) yang dihubungkan dengan tingkat kekasaran media pijak.
Azizah Dewi Suryaningsih asal SMAN 1 Yogyakarta, Juara 1 LKIR kategori earth and marine science bercerita tentang hutan bambu yang bisa penahan laju awan panas Gunung Merapi. Penelitiannya berawal dari kearifan lokal penduduk setempat.
Pelajar lainnya, Shofi Latifah Nuha Anfaresi dan Intan Utami dari SMA 1 Sungailiat, Bangka Belitung, Juara III LKIR kategori earth and marine science yang meneliti Pemanfaatan Pasir Laut Bangka sebagai Adsorben Ion Logam Berat Pb pada Tailing Timah Kapal Produksi. Berikutnya, Latifah Mar'atun Sholikhah dari SMA Teras Boyolali Jawa Tengah, Juara I LKIR kategori social sciences yang peduli dengan Anak-Anak terbuang (Studi tentang Sikap Masyarakat terharap Penderita ADHA di Surakarta).
Selain itu ada Miranti Ayu Kamaratih dan Octiafani Isna Ariani asal SMA Al Hikmah Surabaya Juara 1 Kategori engineering sciences yang meneliti Konversi Energi Surya Menjadi Energi Listrik melalui Prototype Dye Sensitized Solar Cells (DSSC) Mengunakan Ekstrak Pewarna Alami dari Kulit Buah Naga Merah. Penelitian ini mengingatkan saya pada listrik dari pohon kedondong temuan Naufal.
Meskipun masih dalam taraf riset, tentu saja mereka berharap penelitiannya bisa terus dikembangkan agar bermanfaat bagi masyarakat. Sebagaimana Afi berharap tulisan-tulisannya memberi pencerahan pada banyak orang.
Kepala Biro kerjasama, Hukum dan Humas LIPI, Nur Tri Aries S mengatakan minat remaja untuk mengikuti LKIR dari tahun ke tahun semakin meningkat. Bahkan tahun ini meningkat cukup tajam karena LIPI menerima 4.000 proposal dari tahun sebelumnya 2.500 proposal. Ia berharap pemenang LKIR ke depannya bisa menambah jumlah peneliti di Indonesia yang memberi dampak positif bagi kemajuan bangsa.
Ini berarti banyak generasi muda Indonesia yang memiliki potensi di berbagai bidang. Untuk membuat karya ilmiah pasti mereka harus banyak membaca referensi, tekun meneliti, menganalisa, dan lain-lain. Sesudah itu mereka harus menuangkan hasil penelitian ke dalam karya ilmiah yang baik dan benar, tentu saja termasuk bagaimana cara mengutip pendapat ahli, narasumber, atau sumber-sumber referensi lain.
Bakat dan talenta generasi muda di Indonesia laksana taburan bintang di angkasa. Semuanya bisa memotivasi dan menginspirasi banyak orang, terutama generasi muda lainnya. Jangan terpaku pada satu bintang. Tapi jangan juga sampai terkecoh kerdip cahaya lampu pesawat terbang.
KRL Commuterline, 14 Juni 2016
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H