Mohon tunggu...
Setiyo Bardono
Setiyo Bardono Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Kurang Ahli

SETIYO BARDONO, penulis kelahiran Purworejo bermukim di Depok, Jawa Barat. Staf kurang ahli di Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MAPIPTEK). Antologi puisi tunggalnya berjudul Mengering Basah (Aruskata Pers, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (Pasar Malam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tengah Malam di Gondangdia

3 Desember 2015   23:07 Diperbarui: 3 Desember 2015   23:07 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Paijo berjalan menuju loket dan memesankan tiket untuk si nenek. Keduanya kemudian berjalan menuju pintu masuk. Paijo membantu nenek melewati gate in, kemudian berjalan perlahan menuju anak tangga.

Seketika Paijo teringat pada ibunya di desa Turahtirto, kampung halamannya. Hatinya trenyuh. Mak, semoga engkau sedang mimpi indah. Maafkan Paijo karena belum bisa menjadi anak yang sesuai dengan harapanmu.

Lantai tiga stasiun Gondangdia lengang. Hanya beberapa penumpang terlihat menunggu kereta terakhir tujuan Bogor. Berbeda sekali kondisinya dengan jam-jam sibuk. Peron yang luas sesak oleh calon penumpang. Ada waktunya, stasiun harus menyelami makna sepi.

Cahaya terang terlihat dari arah stasiun Gambir. Sebentar lagi kereta terakhir akan memasuki stasiun Gondangdia. Paijo meminta nenek untuk bersiap-siap. Begitu pintu terbuka, Paijo membantu nenek memasuki kereta. Tak lama pintu kereta tertutup.

Tiba-tiba teriakan histeris. Para penumpang lari berhamburan ke arah gerbong lain. Beberapa penumpang menunjuk ke arah Paijo. Seperti hendak memberi tahu sesuatu.

Paijo menoleh ke arah nenek yang ada di sebelahnya. Paijo langsung meloncat ke belakang. Matanya tercekat. Nafasnya naik turun dengan cepat. Bulu kuduknya berdiri. Kakinya terasa lemas.

Nenek itu hilang entah kemana. Yang ada hanya seekor serigala dengan mata menyala.

KRL Commuterline melanjutkan perjalanan. Dari dalam gerbong kereta terdengar lolongan serigala.

Aaaaaaauuuuuuwwwwwwwwwwww

Depok, 3 Desember 2015
Salam Halah
Setiyo Bardono

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun