Paijo berjalan menuju loket dan memesankan tiket untuk si nenek. Keduanya kemudian berjalan menuju pintu masuk. Paijo membantu nenek melewati gate in, kemudian berjalan perlahan menuju anak tangga.
Seketika Paijo teringat pada ibunya di desa Turahtirto, kampung halamannya. Hatinya trenyuh. Mak, semoga engkau sedang mimpi indah. Maafkan Paijo karena belum bisa menjadi anak yang sesuai dengan harapanmu.
Lantai tiga stasiun Gondangdia lengang. Hanya beberapa penumpang terlihat menunggu kereta terakhir tujuan Bogor. Berbeda sekali kondisinya dengan jam-jam sibuk. Peron yang luas sesak oleh calon penumpang. Ada waktunya, stasiun harus menyelami makna sepi.
Cahaya terang terlihat dari arah stasiun Gambir. Sebentar lagi kereta terakhir akan memasuki stasiun Gondangdia. Paijo meminta nenek untuk bersiap-siap. Begitu pintu terbuka, Paijo membantu nenek memasuki kereta. Tak lama pintu kereta tertutup.
Tiba-tiba teriakan histeris. Para penumpang lari berhamburan ke arah gerbong lain. Beberapa penumpang menunjuk ke arah Paijo. Seperti hendak memberi tahu sesuatu.
Paijo menoleh ke arah nenek yang ada di sebelahnya. Paijo langsung meloncat ke belakang. Matanya tercekat. Nafasnya naik turun dengan cepat. Bulu kuduknya berdiri. Kakinya terasa lemas.
Nenek itu hilang entah kemana. Yang ada hanya seekor serigala dengan mata menyala.
KRL Commuterline melanjutkan perjalanan. Dari dalam gerbong kereta terdengar lolongan serigala.
Aaaaaaauuuuuuwwwwwwwwwwww
Depok, 3 Desember 2015
Salam Halah
Setiyo Bardono
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H