Mohon tunggu...
Setiyo Bardono
Setiyo Bardono Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Kurang Ahli

SETIYO BARDONO, penulis kelahiran Purworejo bermukim di Depok, Jawa Barat. Staf kurang ahli di Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MAPIPTEK). Antologi puisi tunggalnya berjudul Mengering Basah (Aruskata Pers, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (Pasar Malam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).

Selanjutnya

Tutup

Nature

Jangan Biarkan Air Mengalir Sampai Jauh

26 Desember 2012   09:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:01 1444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak seorangpun menyangkal bahwa air merupakan salah satu unsur penting kehidupan. Sayangnya, pola hidup kita dalam penggunaan air cenderung seenaknya saja. Memang, air merupakan sumber daya alam yang tak bisa habis. Namun kenyataannya, ketersediaan air bersih makin lama makin menipis.

Becek dan sedikit genangan air di halaman rumah sudah membuat kita risau. Solusi praktis yang terlintas adalah menyemen halaman. Begitu juga dengan jalan dan gang, kerja bakti mengeraskan jalan serentak dilakukan. Saluran air diupayakan agar lancar membuang air hujan menjauhi perkampungan.

Genangan air di selokan membuat warga resah akan wabah demam berdarah. Warga serentak kerja bakti membersihkan saluran air dan pengasapan (fogging). Seluruh warga bahu-membahu agar tidak ada yang terjangkit demam berdarah. Jangan sampai terkesan, pengurus RT dan warga tidak bisa menjaga kebersihan lingkungan hingga jentik-jentik nyamuk berkembang biak.

Sementara, masalah ketersediaan air bersih merupakan urusan pribadi. Tak ayal, tiap rumah tangga berlomba-lomba menyedot air tanah. Ketika musim kemarau datang, air tanah tak terjangkau pipa paralon, maka pipa disambung atau sumur bor diperdalam.

Tak terbersit tanya, mengapa di musim kemarau tahun ini pipa paralon tidak bisa menjangkau air tanah. Tak ada rapat warga membahas mengapa air tanah semakin jauh dari rumah-rumah. Masalah ketersediaan air bersih belum menjadi ranah yang harus dipecahkan bersama.

Ketika air bersih dari sumur masih deras mengucur, apa balasan kita sebagai bukti syukur terhadap anugerah Tuhan tersebut?

Walau tidak tinggal di dekat mata air, semua orang bisa menjaga sumber mata air yang ada di sekitar kita. Salah satunya adalah air hujan. Sayangnya, air hujan kita biarkan saja mengalir ke selokan, bercampur dengan air comberan, kemudian mengalir sampai jauh.

Tak ada satupun musyawarah atau kerja bakti yang diadakan untuk memikirkan bagaimana agar air hujan bisa segera meresap ke dalam tanah, hingga menjadi tabungan air. Padahal air hujan bukan musuh yang harus segera disingkirkan.

Air hujan bergerak mencari tanah rendah atau sungai. Rawa-rawa yang berfungsi sebagai daerah resapan banyak yang berubah wujud menjadi perumahan. Air pun terusir semakin menjauhi perkampungan, bersatu dalam aliran air sungai, bergerak membanjiri kota.

Sumur Resapan

Peribahasa mengatakan, air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan. Namun, dalam upaya pelestarian lingkungan, alangkah baiknya jika air cucuran atap jatuhnya ke sumur resapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun