Mohon tunggu...
Setia Rini Arista
Setia Rini Arista Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Aktif Program Studi Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya

Salah satu penulis buku Fintech Syariah Teori Dan Terapan Menelaah Teori, Model Bisnis, Dan Keuangan Syariah Di Era Revolusi Industri 4.0 Edisi Revisi Memiliki ketertarikan di bidang kepenulisan ilmiah dan keuangan syariah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

RUU KIA Merugikan?

12 Juli 2023   21:32 Diperbarui: 12 Juli 2023   21:35 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Peningkatan biaya total yang terjadi ini akan menjadi sebuah ancaman finansial sebuah perusahaan. Pasalnya tidak semua perusahaan itu mampu secara finansial jika memang RUU KIA ini disahkan, apalagi bagi perusahaan muda yang baru berkembang. Mereka baru saja merintis, namun sudah dihadapkan dengan RUU yang tidak berpihak kepada mereka.

Kemudian efek negatifnya untuk perusahaan berupa penurunan produktivitas tenaga kerja perempuan di dalam perusahaan yang akan berimplikasi langsung terhadap produktivitas perusahaan secara keseluruhan.

Produktivitas tenaga kerja akan berperan penting untuk keberhasilan suatu perusahaan. Produktivitas perlu ditingkatkan secara berkelanjutan agar tetap dapat bersaing dalam perkembangan ekonomi yang semakin maju dan ketatnya persaingan perusahaan saat ini.

Dari keempat faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja, salah satunya adalah jenis kelamin dari tenaga kerja tersebut. Secara universal tingkat produktivitas laki-laki lebih tinggi dari perempuan karena memang secara fisik laki-laki lebih kuat dari pada perempuan dan juga faktor biologis dalam perempuan yaitu harus cuti saat melahirkan juga menunjukkan produktivitas laki-laki lebih tinggi.

Cuti melahirkan bagi tenaga kerja perempuan itu memiliki dampak negatif bagi perusahaan. Perusahaan harus tetap membayar tenaga kerja (input) sedangkan perusahaan tidak mendapatkan output, berarti cuti menurunkan produktivitas tenaga kerja itu sendiri dan dampaknya pada penurunan produktivitas perusahaan.

Jika memang benar RUU KIA akan direalisasikan, maka akan menambah sempit ruang gerak seorang perempuan dalam hal pekerjaan atau karier dan diskriminasi terhadapnya.

Cuti melahirkan yang berlaku saat ini yaitu selama tiga bulan saja sudah menjadi pertimbangan perusahaan dalam merekrut tenaga kerja karena produktivitasnya lebih rendah dari laki-laki. Tentunya cuti melahirkan yang terdapat dalam (RUU KIA) yaitu selama minimal 6 bulan akan menjadikan para pengusaha ketar-ketir sebab produktivitas tenaga kerja perempuan itu akan semakin rendah dan menurun, karena output yang dihasilkan juga berkaitan dengan waktu yang digunakan.

Hal ini akan menjadi pertimbangan perusahaan jika ingin merekrut tenaga kerja perempuan dan berimbas pada sempitnya ruang gerak karier tenaga kerja perempuan. Selain perusahaan harus memberikan waktu cuti selama minimal 6 bulan, perusahaan juga wajib memberi gaji kepada tenaga kerja perempuan tersebut walaupun mereka tidak memberikan output untuk perusahaan.

Berdasarkan data resmi Badan Pusat Statistik (BPS), sesuai dengan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), tingkat tenaga kerja perempuan di tahun 2021 masih dibawah tenaga kerja laki-laki yakni sebesar 36,20 dibandingkan 43,39. Padahal banyak sekali diluaran sana, perempuan yang sedang mencari pekerjaan. Meskipun tidak hanya jenis kelamin yang mempengaruhi tingkat partisipasi kerja tetapi sudah dapat dilihat dan dapat dijadikan bukti bahwasannya tingkat partisipasi kerja perempuan itu masih dibawah laki-laki dan ini disebabkan oleh bagaimana rekrutmen perusahaan terhadap karyawannya karena produktivitas tenaga kerja tersebut berpengaruh terhadap rekrutmen perusahaan, hal ini mengindikasi adanya diskriminasi terhadap tenaga kerja perempuan.

Jika RUU ini direalisasikan, akan berpotensi besar merugikan perusahaan dan menyulitkan perusahaan dalam mencapai prinsip-prinsip produksi yang ada yaitu memaksimalkan output dengan menggunakan input yang tetap dan meminimalkan penggunaan input untuk menghasilkan output yang sama.

Akankah lebih baik bahasan mengenai hak cuti tenaga kerja perempuan ini dijadikan fleksibel artinya pekerja bisa menentukan sendiri berapa lama waktu cuti yang mereka perlukan namun tetap dengan batasan minimal dan maksimal durasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun