Mohon tunggu...
labeebah hwa
labeebah hwa Mohon Tunggu... Lainnya - ما يلفظ من قول إلا لديه رقيب عتيد

bukan siapa siapa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Madu tapi Tak Manis?

7 Desember 2020   15:07 Diperbarui: 8 Desember 2020   20:11 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


MADU TAPI TAK MANIS?

Semoga dengan tulisan saya ini, kaum adam mau berfikir dua kali ketika hendak berpoligami.

Sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia bahwa madu itu manis, terutama madu hutan yang diambil langsung dari sarangnya. Yah, mengambilnya butuh perjuangan yang tidak mudah bukan?. Selain memiliki rasa yang manis, madu juga dikenal memiliki banyak manfaat bagi tubuh manusia.
Tapi kali ini kenapa judul tulisan saya adalah “MADU TAPI TAK MANIS?”?. Karena yang ingin saya bahas adalah madu pahit yang sering menjadi perbincangan hangat di kalangan wanita Indonesia, yaitu POLIGAMI. Namun mengapa poligami alias istri kedua, ketiga dan keempat disebut sebagai “madu”?. Dalam kamus KBBI arti madu ialah istri sah yang lain dari seorang suami berdasarkan pandangan istri pertamanya (semua orang heran bahwa ia dapat bersikap baik terhadapnya), atau orang yang menjadi saingan dalam percintaan. Sedangkan arti kata “permaduan” ialah hal perkawinan seorang laki laki-laki dengan lebih dari seorang perempuan. Dan sampai saat ini penulis belum faham kenapa madu dimaknai dengan poligami atau istri kedua, ketiga, dan keempat. Bukankah madu itu manis? Sedangkan poligami itu pahit dalam pandangan perempuan?
Mari kita simak firman Allah ﷻ dalam surat Annisa ayat 3 yang artinya “Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil , maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.” Dalam Tafsir Ayaatul Ahkaam oleh Syeikh Muhammad Ali dijelaskan bahwa boleh bagi lelaki yang mampu berbuat adil untuk menikahi lebih dari seorang istri, tapi sangat tidak dianjurkan jika dikhawatirkan tidak mampu berbuat adil. Dan Ibnu katsir berkata , “Yakni jika kalian takut bila melakukan poligami tidak dapat berbuat adil diantara mereka, maka cukupkanlah satu saja atau para hamba sahaya. Sebab pembagian jatah di antara mereka (hamba sahaya) tidaklah wajib, tetapi dianjurkan. Barang siapa melakukannya , maka itu bernilai baik, dan barang siapa yang tidak melakukannya  maka tidak berdosa.”
Secara ringkas bahwa syarat-syarat poligami meliputi; Pertama, jumlah istri maksimal hanya empat orang. Kedua, sang suami harus adil dalam hal tempat tinggal, pakaian, makanan, minuman, bermalam, muamalah, dan segala hal yang menjadi hak istri terhadap suami sesuai dengan keadaan dan kesepakatan. Ketiga, mampu memberi nafkah kepada semua istri dan anaknya, jika tidak mampu, maka TIDAK BOLEH melakukan poligami, karna hukum menafkahi istri dan anak-anak itu WAJIB. Berdasarkan firman Allah ﷻ “Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karna Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karna mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…..” {An-Nisaa’:34}. Keempat, tidak menghimpun wanita-wanita yang dilarang dinikahi sekaligus, seperti menikahi dua wanita bersaudara atau lebih sekaligus, antara wanita dan bibinya (dari pihak ayah) serta wanita dan bibinya (dari pihak ibu).
Yang menjadi pertanyaan adalah, untuk adil kepada satu istri saja kadang lelaki TIDAK BISA atau bahkan LALAI, bagaimana mau menambah dua , tiga atau empat?  Sedangkan makna firman Allah ﷻ  “ Dan kamu sekali kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu) , walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian , karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada istri-istri yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung…”{An-Nisaa’:129}. Pendapat para ahli tafsir seperti Ibnu Abbas, Hasan, Qataadah, Mujaahid, Abu Ubaidah dan Imam-imam yang lainnya bahwa maksud dari “tidak akan bisa berbuat adil” adalah adil dalam mencintai, atau kecondongan hati. Dan itu sudah jelas tidak akan bisa, karena bisa saja lelaki berbuat adil dalam urusan lahir, tetapi mustahil berbuat adil dalam urusan bathin.
Banyak yang berpendapat bahwa poligami itu bisa mencegah dari perbuatan zina, memperbanyak keturunan, membantu wanita yang belum menikah. Sebenarnya hal itu sah-sah saja, asalkan kamu bisa memperbanyak beribadah dan mensyukuri apa yang dimiliki istrimu sehingga kamu tidak terjerumus dalam zina. Jika istrimu bisa memberi banyak keturunan kenapa harus menambah lagi? Bukankah tanggunganmu di akhirat nanti akan bertambah? (satu saja belum tentu sanggup, apalagi banyak). Dan jika kamu ingin membantu wanita yang belum menikah, kenapa tidak kamu infakkan saja uangmu kepada lelaki bujang agar dia bisa menikahi wanita gadis? Bukankah istri-istri Rasulullah ﷺ sebagian besar adalah janda tua kecuali Ibunda Aisyah Radhiallahuanha?.
Berfikirlah sejenak, syukuri apa yang ada pada istrimu. Ketahuilah, bahwa istri yang berada di sampingmu sekarang, yang terkadang membuatmu jengkel, dahulu Dia adalah seorang gadis cantik yang didambakan banyak lelaki, dan dia rela memilihmu (walau mungkin karena terpaksa), sedangkan kamu? Siapa kamu?. Coba renungkan, istri yang berada di sampingmu sekarang, yang sering bercucuran keringat dan menahan lelah karna lelah membersihkan rumah, memasak, berkarir dan mendidik anak-anakmu sampai anak-anakmu dewasa, sholeh, pintar, tampan dan cantik, Dia yang dulunya dijadikan ratu oleh kedua orang tuanya sejak ia dikandung sampai ia dewasa, sampai dulu pun kau terpikat oleh keshalihan dan kecantikannya. Bukankah kau hanya mengambilnya dari kedua orang tua yang susah payah serta penuh kasih sayang dalam mendidik dan membesarkannya?. Dan ketahuilah, istrimu yang mungkin kadang cemberut ketika di hadapanmu, ia adalah wanita yang rela meninggalkan orang tua dan keluarganya untuk merantau jauh serta bersusah payah demi hidup bersamamu. Tidak selalu kesalahan ada di pihak istri, kadang suami pun tak sadar bahwa kasih sayang dan perhatiannya masih kurang untuk istrinya, enggan melihat bahwa dirinya pun penuh kekurangan. Dan banyak suami yang menuntut agar sang istri selalu tampil cantik di hadapannya serta menyediakan  makanan yang enak dan bergizi, sedangkan uang bulanan saja selalu kurang.
Pikirkanlah, istrimu telah bersusah payah mengatur keuangan agar kamu dan anak-anakmu tetap bisa makan makanan yang halal, enak dan sehat. Padahal uang bulanan pun tak kau lebihkan. Apakah kamu yakin gadis yang kau sukai sekarang mampu melakukan apa-apa yang telah istrimu lakukan?  apakah kamu lupa bahwa istrimu yang sekaranglah yang selalu  menyemangati , membantu dan mendoakanmu dari nol sampai sekarang kamu sukses? Lalu apa peran gadis yang kau sukai saat ini dalam hidupmu?. Jika kamu memiliki harta yang lebih, lebih baik berikan kepada istrimu agar dia bisa refreshing, pergi ke salon, belanja, menghilangkan lelah. Karna sesungguhnya pekerjaan ibu rumah tangga selama 24 jam itu sangat melelahkan, sedangkan pekerjaanmu di luar rumah maksimal hanya 10 jam dalam sehari. Jikalau hartamu Allah lebihkan, infakkanlah kepada lelaki bujang agar ia bisa menikahi wanita gadis. “karna sunnah Rasulullah ﷺ bukan hanya poligami.”  

 و الله أعلم بالواب.
Referensi :
1. Al-Quran dan As-Sunnah
2. Buku TafsIirul Ahkaam (Syeikh Muhammad Ali)
3. http://almanhaj.or.id/774-dalil-dalil-poligami-dalam-islam.html
4. Media cinta lewat cerita Ustad Yakub hafidzahullah
5. Media cinta lewat cerita Syeikh Ahmad Khatib hafidzahullah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun