BAB II (Sejarah dan Perkembangan Sosiologi Hukum)
- Munculnya Sosiologi Hukum di Indonesia masih tergolong , cukup baru, ilmu hukum di Indonesia datang dan di usahakan melalui kolonialisasi belanda atas negeri ini, pendidikan tinggi hukum yang boleh di pakai sebagai lambang dari kegiatan kajian hukum baru di mulai pada tahun 1942, yaitu dengan di bukanya rechtchogeschool di Jakarta yang didirikan pada tahu 1909, dengan masa belajar dengan enam tahun.lembaga ini belum dapat di maksudkan ke dalam kategori lembaga keilmuan, karena separuh dari masa itu masih juga di pakai untuk melakukan pendidikan menengah atau SLTP atas untuk di ketahui pendidkan menengan atas baru ada di Indonesia pada tahu 1919.
- Perubahan sudah mulai terjadi sejak kolonialisasi oleh belanda atas Indonesia, namun karena sempat mengadap selama ratusan tahun,maka hilanglah kualitas perubahan tersebut bahkan masa di bawah penjajahan Belanda sudah di sebut sebagai zaman norma perubahan dan keguncangan sosial yang kemudian berlangsung secara akumulatif,benar-benar di mulai sejak kapitulasi Belanda di hadapan jepang. Itulah saatnya bangsa Indonesia benar-benar merasakan terjadinya suatu perubahan guncangan dalam hidupnya keadaan tak seperti biasa, zaman normal dan sudah lewat.
- Keadaan dan perubahan yang demikian itu pada gilirannya menimbulkan dampak terhadap pemikiran mengenai hukum. Prilaku dan dengan demikian juga prilaku hokum yang berubah sangat mempengaruhi praktik hokum di Indonesia, apabila pada masakolonial hukum relative mampu menjadi sarana berlangsungsungnya proses-proses dalam masyarakat secara teratur, tidak demikian keadaanya sesudah terjadi gelombang perubahan tersebut di atas, dapat dikatakan, hukum telah kehilangan cengkramannya terhadap masyarakat.
- Dalam suasana demikian itu adalah sangat logis apabila pemikiran dan studi hukum positivistis,yaitu yang mendasar pada telaah perundang undangan mengalami gugatan. Pada waktu orang berpaling ke ilmu hokum dan mencari tahu bagaimana dapat terjadi perubahan seperti itu,teori-teori hukum yang positivistis tidak mampu memberi jawaban atau penjelasan. Sebuah artikel sederhana pada tahun 1971 telah mengemukakan kekurangan tersebut, yaitu tentang keterbatasan dari studi hokum normative dan diperlakukanya suatu pendekatan lain Decade 70-an dapat di sebut sebagai momentum mulai berkembangnya Sosiologi Hukum di Indonesia, di tandai dengan munculnya tulisan-tulisan yang tergolong ke dalam studi sosial mengenai hukum dalam konteks sosial yang lebih besar.
BAB III (Pendekatan dan aliran yang Ada Dalam Sosiologi Hukum)
- Pada prinsipnya, sosiologi hukum (Sociology Of Law) merupakan derivatif atau cabang dari Ilmu Sosiologi, bukan cabang dari ilmu hukum. Ada studi tentang hukum yang berkenaan dengan masyarakat yang merupakan cabang dari ilmu hukum, tetapi tidak disebut sebagai Sosiologi Hukum, melainkan disebut sebagai Sociological Jurispudence.
- Aliran Sosiologi Hukum yang melihat hukum sebaliknya bahwa hukum tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat, kedua-duanya adalah saling menguatkan ketika proses pembuatan maupun ketika diberlakukan. Sehingga muncul istilah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup ditengah Masyarakat.
- Ilmu-ilmu sosial yang masuk ke dalam studi hukum perspektif sosiologis tergolong sebagai ilmu hukum (dalam arti luas). Ilmu hukum pun dibagi ke dalam 2 kelompok yakni: ilmu hukum normatif, yang juga popular disebut sebagai dogmatika hukum dan ilmu hukum empirik. Kelompok disiplin ilmu yang masuk ke dalam socio-legal studies, masuk ke dalam kelompok ilmu hukum empiric.
- Dalam konsepsi Meuwissen, ilmu hukum atau dogmatika hukum adalah disiplin hukum yang paling rendah tingkat abstraksinya. Sedangkan filsafat hukum adalah disiplin hukum yang tingkat abstraksinya paling tinggi. Di tengah-tengah ilmu hukum dan filsafat hukum terdapat teori hukum (Jurisprudence).
- Penggolongan yang dirumuskan oleh Meuwissen tentulah bertetangan dengan pendapat yang mengatakan bahwa hampir semua disiplin ilmu yang masuk ke dalam studi hukum perspektif sosiologis adalah anak dari induknya yang nota bene adalah ilmu sosial. Sosiologi Hukum adalah anak dari Ilmu Sosiologi. Antropologi Hukum adalah anak dari antrpologi budaya dan Sejarah Hukum adalah anak dari Ilmu Sejarah.
BAB IV (Paradigma-Paradigma Dalam Sosiologi Hukum)
- Pada dasarnya, paradigma merupakan model yang dipakai ilmuan dalam kegiatan ilmiahnya, untuk menentukan jenis-jenis persoalan yang perlu digarap, dengan metoda apa dan melalui prosedur bagaimana penggarapan itu harus dilakukan. Istilah paradigma berasal dari istilah latin paradeigma yang artinya pola. Istilah ini oleh Kuhn digunakan untuk menunjuk dua pengertian, pertama, totalitas konstelasi pemikiran, keyakinan, nilai, persepsi, dan teknik yang dianut oleh akademisi, maupun praktisi disiplin ilmu tertentu, yang memengaruhi cara pandang realitas mereka. Kedua, upaya manusia untuk memecahkan rahasia ilmu pengetahuan, yang menjungkirbalikan semua asumsi dan aturan yang ada.
- Dalam kajian filsafat sosial dan ilmu pengetahuan sosial, yang kelak meliput juga kajian tentang hukum nasional yang modern, ada dua paradigma yang sejak lama berebut dan silih berganti merebut posisi dominan, baik dalam percaturan akademik maupun dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. Adapun kedua paradigma itu ialah paradigma teologik yang etik-normatif dan paradigma saintifik yang logik-empirik. Paradigma tersebut pertama tampil sebagai mainstream yang dominan sejak dari era falsafati kaum Stoa di masa sejarah Yunani kuno, sebagaimana yang diwakili antara lain oleh Aristoteles (384- 322 s.M.), sedangkan paradigma yang kedua datang mencabar pada masa yang jauh lebih kemudian, ialah masa datangnya ajaran tentang kebangkitan rasio manusia yang dikenali sebagai era renesains, sebagaimana yang diwakili antara lain oleh Galileo dari Galilea (1564 -1642).
BAB V (Teori-Teori Sosiologi Hukum)
- Dalam kajian Sosiologi terdapat beberapa teori tentang perubahan masyarakat, teori-teori tersebut sebagai berikut;
- 1. Teori perkembangan tiga tahap dari Agute Comte, yaitu dari tahap teologis, ke tahap metafisis, dan terus ke tahap positif.
- 2. Teori ekuilibrium dari Talcott Parsons, yang menyatakan adanya perubahan dalam masyarakat secara sedikit demi sedikit (evolusi).
- 3. Teori kemajuan dan pembagian kerja dari Emile Durkheim, yang menyatakan bahwa karena faktor kemajuan dan pembagian kerja, maka masyarakat berkembang dan berubah dari sistim masyarakat yang mekanisk ke sistem masyarakat yang organik.
- 4. Teori evolusi Darwinisme dari Herbert Spencer, yang menyatakan bahwa seperti perkembangan mahluk hidup, suatu masyarakat juga Berkembang dari yang sederhana menuju ke system masyarakat yan kompleks.
- 5. Teori perjuangan kelas dari Karl marx, dimana masyarakat berkembang dari system masyarakat yang borjuis, aristokrat, dan kapitalis yang berkelas-kelas, kepada sistem masyarakat tanpa kelas.
BAB VI (Hukum dan Solidaritas Sosial)
- Durkheim menggunakan istilah solidaritas mekanis untuk menganalisa masyarakat keseluruhannya. Solidaritas mekanis lebih menekankan pada sesuatu kesadaran kolektif bersama (collective consciousness yang menyandarkan pada totalitas kepercayaan dan sentimen bersama yang rata-rata ada pada warga masyarakat yang sama.
- Solidaritas mekanis merupakan sesuatu yang bergantung pada individu-individu yang memiliki sifat-sifat yang sama dan menganut kepercayaan dan pola norma yang sama pula. Oleh karena itu sifat individualitas tidak berkembang, individual ini terus menerus akan dilumpuhkan oleh tekanan yang besar sekali untuk konformitas. Individu tersebut tidak harus mengalami atau menjalani satu tekanan yang melumpuhkan, karena kesadaran akan persoalan hal yang lain mungkin juga tidak berkembang. Inilah yang menjadi akar memudarnya atau deintegrasi nilai pada solidaritas mekanis.
- Pertama, perlu diketahui bahwa nilai barang bersifat ekonomis semakin lama nilainya akan menyusut. Kedua, kesadaran kolektif sebenarnya tidak stagnan atau tetap, melainkan bergerak liar dalam setiap tindakan masyarakat. Berlawanan dengan solidaritas mekanis, solidaritas organis muncul karena pembagian kerja yang bertambah besar. Solidaritas ini didasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang tinggi. Saling ketergantungan itu bertambah sebagai hasil dari bertambahnya spesialisasi dalam pembagian pekerjaan, yang memungkinkan dan juga menggalakkan bertambahnya perbedaan pada kalangan individu.
BAB VII (Hukum dan Pembangunan)
- Perubahan sosial dalam masyarakat adalah suatu produk dengan berbagai faktor, dan dalam banyak hal, hubungan antar faktor-faktor tersebut. Selain faktor hukum, ada beberapa mekanisme perubahan lainnya, seperti faktorfaktor teknologi, ideologi, kompetisi, konflik, ekonomi, dan politik, serta masalah struktural (structural strains). Semua mekanisme tersebut dalam kebanyakan hal saling berhubungan. Hal itu juga terjadi dalam perubahan hukum : adalah sangat sulit, bahkan tidak mungkin, untuk menggambarkan hubungan sebab dan akibat (cause-andeffect relationship).
- Hukum dipergunakan sebagai suatu alat oleh agent of change atau pelopor perubahan adalah seseorang atau kelompok orang yang mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembagalembaga kemasyarakatan. Suatu perubahan social yang dikehendaki atau direncanakan, selalu berada di bawah pengendalian serta pengawasan pelopor perubahan tersebut. Cara-cara untuk mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu, dinamakan social engineering atau social planning.
- Hukum mepunyai pengaruh langsung atau pengaruh yang tidak langsung di dalam mendorong terjadinya perubahan sosial. Misalnya, suatu peraturan yang menentukan sistem pendidikan tertentu bagi warga Negara mepunyai pengaruh secara tidak langsung yang sangat penting bagi terjadinya perubahan-perubahan sosial.
- BAB VIII (Hukum dan Pembangunan di Indonesia)
- Hukum merupakan pilar utama yang memiliki peran sangat penting dalam pembangunan nasional. Hal ini tentunya pada tataran kondusif tidaknya hukum yang berlaku. Indikator yang menentukan hukum itu kondusif adalah manakala memenuhi lima kulalitas yakni stability, predictability, fairness, education, dan kemampuan meramalkan adalah prasyarat untuk berfungsinya sistem ekonomi.
- Perlunya predictability sangat besar di negara-negara dimana masyarakatnya untuk pertama kali memasuki hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan social tradisionil mereka. Stabilitas juga berarti hukum berpotensi untuk menjaga keseimbangan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing. Aspek keadilan (fairness) seperti persamaan di depan hukum, standar sikap pemerintah, adalah perlu untuk memelihara mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berkelebihan.
- Pembangunan yang komprehensif bukan hanya memperhatikan hanya dari aspek ekonominya saja melainkan juga harus memperhatikan hak-hak azasi manusia, keduanya tidak dalam posisi yang berlawanan, dan dengan demikian pembangunan akan mampu menarik partisipasi masyarakat. Hal ini menjadi bertambah penting karena bangsa kita berada dalam era globalisasi, artinya harus bersaing dengan bangsa-bangsa lain.
- Hukum yang kondusif bagi pembangunan sedikitnya mengandung lima kwalitas: stability, predictability, fairness, education, dan kemampuan meramalkan adalah prasyarat untuk berfungsinya sistim ekonomi. Perlunya predictability sangat besar di negara-negara dimana masyarakatnya untuk pertama kali memasuki hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan social tradisionil mereka.
- Stabilitas juga berarti hukum berpotensi untuk menjaga keseimbangan dan mengakomodasi kepentingankepentingan yang saling bersaing. Aspek keadilan (fairness) seperti persamaan di depan hukum, standar sikap pemerintah, adalah perlu untuk memelihara mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berkelebihan.
BAB IX (Perencanaan Penelitian Sosiologi Hukum)
- Penelitian hukum yang merupakan cara bagaimana menelusuri ilmu hukum baik dari segi substansi hukum maupun respon masyarakat terhadap norma hukum tentunya harus mempunyai metode sesuai dengan kebutuhan ilmu hukum itu sendiri. Ilmu hukum sebagai ilmu yang mengkaji normatif hukum, tentunya tidak begitu saja mengambil langkah-langkah penelitian ilmu-ilmu sosial misalnya untuk penelitian hukum normatif pendekatannya lebih pada abstraktif dan sifat analisis yang kualitatif. Sedangkan pada penelitian hukum empiris mengikuti langkahlangkah metode ilmu sosial pada umumnya.
Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan
- Sangat mudah untuk di pahami: Buku ini terdapat penjelasan yang sangat mudah dimengerti
- Dapat memberikan pengetahuan yang baru: Dengan Membaca dan juga mempelajari buku ini membuat pembaca lebih mengerti pengertian dan pembelajaran yang baru.
- Kesesuaian dengan konteks lokal: Hal ini membuat buku menjadi sumber refrensi yang sangat relevan bagi pembaca yang ingin lebih memahami tentang sosiologi hukum
Kekurangan
- Keterbatasan sudut pandang: Buku ini mungkin memiliki keterbatasan dalam menyamtumkan refrensi dari sudut pandang atau pendekatan yang tidak sepenuhnya terwakili.
- Keterbatasan isu-isu kontemporer: Buku ini mungkin tidak menyantumkan tentang isu-isu yang sedang berkembang di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!