Hai, Aku nadine. Semoga kalian berkenan membaca tulisan ku.
Sinar matahari sore menembus jendela perpustakaan, memberikan cahaya hangat yang menerangi tumpukan buku. Satu pesan darimu menghentikan aktivitas membacaku, "dengan siapa kamu pulang? Sore ini.". Kata Kak Husain
Pertanyaan tersebut sepertinya bukan sebenar-benarnya pertanyaan. Aku paham betul apa yang selanjutnya akan terucap olehmu. "Bolehkah aku membersamaimu?" ucapmu 3 detik setelahnya.
Aku ingin percaya bahwa ada cinta yang baik di luar sana. Tetapi aku tidak tahu apakah aku cukup kuat unuk mencobanya lagi.
Penolakan menghampirinya tidak mengubah caranya berbicara, ada kehangatan yang tulus menyertai. Tidak ada paksaan, tidak ada kesan bahwa dia sedang mencoba menjadi sosok yang sempurna. Semua yang dia katakan terasa nyata-apa adanya. Setiap kata yang keluar dari mulutnya mengalir tanpa upaya berlebihan membuatku terkesan. Itu yang membuatku berpikir, mungkin dia beda dari yang sebelumnya?
1000 pertanyaan muncul setiap harinya untuk dirinya. Apakah dia orangnya? Bagaimana akhirnya jika bersama dia? Apakah dia yang sedangku cari? Bagaimana kalau justru terjadi kedua kali? Pertanyaan-pertanyaan itu hanya akan bisa terjawab kalau aku memulainya, bukan?
Dengan kesadaran penuh, aku membuka kembali pintu yang sudah lama tertutup. Maaf tuan, sedikit berantakan, mari kita bereskan bersama.
Hari-hari kini lebih menyenangkan, selalu ada semangat untuk menemui esok hari. Obrolan yang selalu menyenangkan dan sepanjang jalan yang amat terasa cepat sehingga membuatku menaruh harap.
Perkara menemani dan menunggu, aku bisa menemani dan menunggumu sampai kapan pun dan dalam keadaan bagaimanapun. Sebab ketika memilihmu aku juga sudah siap menanggung segala risikonya, namun ketahuilah tuan, aku adalah wanita yang mudah ragu, itu sebabnya aku berharap kamu bisa menjadi orang yang paling bisa meyakinkanku. Aku menaruh banyak harapan pada perjalanan ini, bisakah kau pastikan kita akan selamat? Bisakah kau meyakinkan ketika mengajakku sejauh ini semuanya tidak akan sia-sia?
Ternyata aku tidak pandai dalam menebak, tebakan-tebakan kian terlihat salah. Aku tidak pernah menyangka akan berakhir seperih ini. Tapi ketahuilah tuan bahagiamu tetap menjadi bagian dari bahagiaku.
Apapun bagianmu di kehidupan seseorang, semoga kamu tetap yang akan menjadi pemenangnya. Begitulah doa hebat yang biasa terdengar. Sebenarnya untuk apa manusia berpisah tuan? Adakah sedikit kesempatan untuk mendiskusikan ini? Terkesan sama, tapi mengagumi jauh lebih tabah. Setabah dengan siapa pun dia, Â bahagia diri sendiri akan ikut serta selalu. Tertawalah, sungguh dunia tidak akan menyakitimu. Aku sudah berdoa.
Terakhir kali aku melihatnya, dia tampak sangat bahagia. Keputusannya untuk meninggalkanku adalah sesuatu yang tepat-yang tidak boleh kutangisi.
Aku ingat ucapannya sebelum menutup semua jalanku menuju hidupnya "Semoga kamu menemukan seseorang yang lebih dariku". Hingga saat ini, aku masih menunggu doa itu dikabulkan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H