Perjalanan menuju ke bandara Polonia Medan memakan waktu ± 2 jam. Sesampainya di Bandara Polonia, kami belum benar-benar merasa di Medan. Namun setelah mendengar beberapa orang di bandara mulai bercakap-cakap, barulah kami benar-benar telah merasa ada di Medan. Logatnya itu loh yang begitu kental dan tentu saja keras volumenya hihihi
Usai mengambil barang dan koper, kami beralih untuk check in pesawat ke Gunung Sitoli, Nias. Pesawat akan diberangkatkan jam 14.45. Berarti usai check in, kami masih punya waktu untuk makan siang dan tentu saja berkeliling Kota Medan.
Usai makan di sebuah restoran cepat saji. Kami memanggil Bentor yang merupakan singkatan dari becak motor. Perpaduan antara motor dengan becak ini mampu membawa 3 orang penumpang sekaligus. Kami menyewa 3 bentor, dua bentor digunakan masing-maisng untuk 2 orang. Sedangkan satu bentor digunakan untuk 3 orang. Dan aku kebagian duduk di belakang supirnya.
Kami berkeliling-keliling Kota Medan, suhu berada di kisaran 280 Celcius karena mendung menyelimuti. Beberapa jalan di Kota Medan kami lalui, aku seperti merasa di Bandung jika berjalan-jalan di kota ini karena sejuk dan bangunannya yang mirip dengan bangunan di Bandung. Saat melewati sebuah jalan tempat Istana Maimun bermukin aku girang bukan kepalang. Bagaimana tidak, Istana Maimun yang hanya aku lihat di televisi dan internet dapat kusaksikan secara langsung. Meskipun tak turun.
Saat mengambil foto Istana Maimun, tiba-tiba dompet kameraku terjatuh. Aku tidak menyadari sebelum pengendara bentor yang lain meneriaki. Barulah aku tersadar saat menengok ke belakang. Dengan langkah agak malu aku mengambilnya, dompet kamera yang mirip dengan dompet biasa. Duh, ……
Puas berkeliling saatnya kembali ke Bandara Polonia, setelah menunggu satu jam lebih. Petugas menyuruh kami untuk masuk ke dalam bus dan menaiki pesawat fokker menuju ke Bandara Binaka, Gunung Sitoli Nias. Suasana yang tadinya mendung kini telah cerah.
Berbeda dengan pesawat yang membawa kami dari Jakarta ke Medan, pesawat fokker terbang lebih rendah sekitar 12 ribu kaki. Dengan begini kami dapat melihat pemandangan Sumatera Utara yang luar biasa indah jika dilihat dari bawah. Pepohonan, sungai-sungai dan jalan-jalan yang telihat mengecil jika dilihat dari udara. Seperti maket yang dibuat anak-anakku waktu TKB.
Saat akan mengunjungi Nias, aku sempat menghubungi temanku yang berasal dari Medan. Bertanya bagaimana perjalanan menuju ke Nias? Maka ia akan bercerita bahwa perjalanan ke Nias akan mempertemukan kita pada Danau Toba dan Pulau Samosir. Sambil menunggu harap-harap cemas aku berharap Danau Toba akan kutemukan.
Benar saja sebuah perairan seperti laut dengan pulau di tengahnya membuat aku terdiam. Rupanya aku belum sadar kalau itu Danau Toba, karena kupikir pesawat akan mengarungi lautan antara Pulau Nias dengan Sumatera Utara. Namun kesadaranku segera pulih, aku agak berteriak sembari memberi tahu teman-teman yang lain bahwa kita dapat melihat Danau Toba. Walau sebenarnya mereka juga menyadari itu!
Danau Toba, membuatku terkagum-kagum. Begitu luas, sehingga tak salah jika Danau Toba dinobatkan sebagai danau terbesar Se-Asia Tenggara. Dari udara pun masih terlihat luas. Belum lagi bukit-bukit di sekitarnya yang terlihat seperti pagar yang menjaga Danau Toba.
Tak terasa perjalanan selama satu jam kami lalui dengan ketakjuban yang luar biasa. Saat akan menuju ke Pulau Nias, pantai dengan lambaian kelapa di pinggirnya seolah menyambut kami. Begitu turun di Bandara Binaka, sengat matahari pantai menyambut kami berikutnya. Sambutan berikutnya terpampang tulisan yang membuat kami bertanya-tanya, Ya’ Ahowu! Apaan tuh?
*bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H