Aku, tersingkir jatuh dan kalah
Dari sebuah perih yang kubangun dan kutanak
Tak bisa menadah atas kehilanganku ini
Sebab jemariku masih bergelayut dirimpang akar “Junjunganku”
Embun yang rintik menitis
Membelai setiap kata ”Tuhan”,
Membersitkan wajahNya, jika kepatuhanku ini adalah doa
Saatnya aku bangun dan berziarah kepada Khalik
Lonceng kematian telah menabuhkan satu kali dentang
Untuk setiap setai nafas, walau selaksa tapak ini terajam duri
Aku tak akan kehilangan lagi, kala sungai meringis dicelah – celah batu
Kala purnama masih ada ketika rembulan gugur di pangkuanku
Sedetik berpaling wajah ketika sewingit merambah hutan Lodaya
Yang penuh kerumun hulubalang pemangsa masa silam
Sejengkal jiwa ini tak akan luluh lantakan niatku;
Sebab aku di bekali oleh lonceng kematian, atas matiku!?
@rskp,, 27102016......... Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H