Mataku masih binal pada larut yang mengurai
ketika embun malam menitis  disehelai  tubuh  kian terkulai
bibirku tertangkup pada ranting-ranting nafas
sambil menjeda hening  untuk berpamit selembaran  malam
ada segerombol partitur memadahi  lekung gulita
dalam  sepetak  angan  menguntai  seteguk  cerita
tentang  esok adalah musim untuk berkisah
walau pun kerinduan: Ku semakin jarang  aku terpisah
dingin gigil dibilur sukma menunggu ufuk meretas
dari cangkang surya terbalut redup pagi menggegas
aku hanya debu menunggu dirus hujan yang jatuh mendesau
agar jalan ini tak timpang pada semak –semak tertimpa kemilau
Pagi ini kuhirup semerbak cahaya lewat jalanan yang menirus
untuk sebuah harap walau sedikit menepi dari derasnya arus
namun ku tahu ada sebidang langit  yang harus aku tempuh
untuk menggapai ranting yang patah dengan remah ku rengkuh
@rskp,06062016,,,, Â Â Â Â Jkt
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H