“Iya,,mama harus ikut. Mama punya lagu khusus buat Ratu Gagak!”
“Benarkah?!”
*********
Keesokan harinya di alun – alun Timur. Semua sudah terkumpul. Para peserta lomba telah siap. Masing – masing bertengger sesuai nomor urutnya. Sang Muray, Kutilang, Nuri, jalak, Enggang, Perkutut, Merpati, Pleci, Finch, Ciung, Manyar, Camar, Hantu dan masih banyak lagi. Kedasih mendapatkan nomor paling terakhir.
“Seluruh penghuni Kerajaan Cemara, masa kemarau sudah tiba. Kita telah mengumpulkan persediaan makanan kita. Oleh karena itu, dalam masa – masa sulit ini tak banyak yang kita lakukan selain berdiam diri dalam tempat pernaungan kita. Untuk itu kita harus melestarikan hutan Cemara ini sebagai Kerajaan Hijau.Bila pohon – pohon Cemara ini mendengar akan ketulusan kita, maka Kerajaan Cemara ini akan semakin Hijau!” Suara sang Ratu Gagak dengan agak serak
Gemuruh riuh tepukan tangan dan suitan dari seluruh peserta lomba dan para penonton.
“Hidup Ratu Gagak,,,..Hidup Cemara Hijau!” Teriakan bersahut- sahutan menggema di hutan Cemara itu.
“Dipersilakan masing – masing peserta untuk tampil membawakan kicauan dan nyanyian sesuai nomor urutnya, dan saya sendiri yang akan menilai siapa pemenang lomba ini!” Lanjut sang Ratu Gagak lalu terbang menuju kursi singgasananya.
Kutilang telah tampil sebagai nomor peserta pertama. Terus Murai. Jalak, Enggang, Merpati.
Satu persatu telah tampil memukau. Sungguh, peserta lomba semuanya sangat indah sekali. Tidak ada yang tidak indah. Kicau dan nyanyiannya sangat merdu. Semerdu – merdunya. Tepukan tangan dan siuitan mencericip di Hutan Cemara itu.
Tiba saatnya Kedasih. “Mama, ayo maa,,Lagu dan kicau yang bagus ya,!” Nila putrinya memberi semangat. Kedasih hanya mengerdipkan matanya.