Aku yang berdiri diruas- ruas debu ketika wajahmu dosa
oleh segenap ulah  dan tingkahmu  yang mereka rasa
pada sepanjang musim yang gugur terkulai
layu dengan sikap congkak jumawa orang terbuai
Aku merendai pusaramu dengan sumpah serapah
sebab air- air diselokan  tak ubahnya  seperti sampah
namun engkau masih kusuk dengan sengat baumu
yang manis keluar dari bibir – bibir berduri kian merajamu
wajah dosamu
terpampang di langit senja ketika orang pulang telut
wajah dosaku
merona di awan yang hitam walau kelam diam berembun
wajah dosa  dari seorang terhormat kepada kaum kusam
dan orang – orang terkucil lahir dari jerit dan rintihan
yang  tak pernah makan selembar uang  hasil jarahan
engkau juga akan hidup dalam selumbar  nisan  yang berkarat
@rskp. 21052016,,,,,, Â Â Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H