Mohon tunggu...
Serpihan Abad
Serpihan Abad Mohon Tunggu... karyawan swasta -

aku bukan anak rembulan yang dihamili matahari. aku- tak sengaja di tetaskan embun di ujung-ujung daun. sepenggalan matahari naik, aku kan musnah. tanpa catatan sejarah. menguap dilautan sarwa purba. ada. dan atau tiada. ke niscayaan kah?. - S.A.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Di Bukit Getsemani

27 Juli 2014   21:18 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:02 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

DI BUKIT GETSEMANI

Do'a-do'a yang kau tanam di bukit Getsenami,
berharap Dia mendengarnya.

"Akulah rasa, warna dan aroma. Buah, kulit dan biji. Yang baru tumbuh, yang muda dan yang masak. Yang sepat, yang asam dan yang manis."

Kau percaya Dia tumbuhkan Zaitun di taman ini.
Tapi kau tak percaya Dia juga tumbuhkan peluh NYA, tetes-tetes darah NYA bagi para peziarah.


Kau percaya Dia ada di taman ini.
Tapi di hatimu tak ada taman, juga tak tumbuh Zaitun.


Kau percaya Dia mendengar.
Tapi lezatnya Zaitun tak bisa kau rasa.

Kau percaya, kau percaya... tapi kau juga tak percaya
pada do'a-do'a yang kau tanam di taman NYA.

Kau mendengar, kau mendengar... tapi kau juga tak mendengar
do'a-do'a mu sendiri.

"Eloi, Eloi, lama sabakhtani?"

Bukankah di bukit Getsemani, Dia pernah berkata, "Aku dekat! Aku dekat!"

UTK, April 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun