Mohon tunggu...
Serly NurharisJayatri
Serly NurharisJayatri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pendidikan IPS UNJ

Serly Nurharis Jayatri. Lahir di Kuningan, 7 Oktober 2003. Memiliki minat dalam bidang editing dan writing. Mencoba berproses dalam organisasi kelegislatifan kampus (BLMP), sebagai anggota Humas dan Komisi 1 Pengawasan. Memiliki karya amatir berupa poster-poster di postingan media sosial BLMP.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Media Sosial dan E-commerce terhadap Masyarakat Penggiat Skincare

18 Juni 2023   22:53 Diperbarui: 18 Juni 2023   23:25 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adapun media sosial yang kerap kali menjadi objek promosi oleh tokoh publik atau beauty vlogger yaitu YouTube dan TikTok. Terbukti berdasarkan data statistik tahun 2023, media sosial Youtube menempati peringkat pertama sebagai platform yang paling banyak diakses oleh berbagai kalangan, sedangkan Tiktok menempati peringkat ketiga. 

Sikap FoMO dari pembelian produk skincare ini juga menyebabkan pencemaran lingkungan semakin meningkat, mulai dari kandungannya yang berbahaya, hingga wadah skincare yang sulit terurai. Oleh karena itu, diperlukan adanya keseimbangan antara pemakaian produk dengan pengelolaan sampah yang dihasilkan. Walaupun keberadaan limbah skincare tidak bisa dihilangkan, setidaknya intensitas dari limbah tersebut bisa dikurangi. Solusi untuk mengatasi limbah produk ini bisa menggunakan konsep zero waste atau 5R yaitu Refuce (mengurangi), Reduce (menggunakan kembali), Refuse (memanfaatkan kembali), Replace (mengganti), dan Replant (menanam kembali). 

Jadi, dampak media sosial dan e-commerce terhadap masyarakat penggiat skincare ini adalah menyebabkan munculnya sikap FoMO terhadap pembelian produk yang tidak terlalu penting atau hanya sekadar hype. Dari sikap FoMO tersebut menyebabkan permasalahan lebih lanjut seperti kerusakan kulit, perilaku hidup konsumtif, dan kerusakan lingkungan akibat sampah skincare. Hal tersebut dapat terjadi karena keengganan masyarakat dalam mencari tahu kredibilitas suatu produk di media sosial. Selain itu, ketidakseimbangan antara kemajuan teknologi dengan pengetahuan masyarakat menyebabkan mereka menjadi mudah tertipu, baik itu termakan iklan, diskon, bahkan testimoni palsu. 

Pandangan saya tentang pengembangan sains dan teknologi di Indonesia, sebenarnya laju pengembangannya tergolong cepat, apalagi di kalangan remaja yang setiap waktu melekat dengan teknologi dan haus akan sains. Namun yang ter-highlight justru lebih dominan hal-hal negatifnya saja, seperti halnya perkembangan teknologi media sosial dan e-commerce yang benar-benar menjadi titik utama masalah kecil hingga besar dimulai. 

Untuk itu, saran dari orang awam seperti saya yang gemar menggunakan teknologi gadget terhadap masalah terkait teknologi, menurut saya dikarenakan perkembangan teknologi di Indonesia sudah bagus lajunya, yang menjadi langkah selanjutnya adalah perlunya penitikberatan sains untuk mengimbangi kemajuan teknologi tersebut. Selanjutnya menurut saya, perkembangan sains dan teknologi kuncinya adalah bagaimana cara menyeimbangkan kedua hal tersebut, agar tidak terjadi ketimpangan. 

Namun, yang menjadi fokus utama seharusnya adalah sains lah yang harus didalami lebih dahulu, baru kemudian teknologi bisa digunakan berdasarkan sains yang sudah kita pelajari. Edukasi mandiri menjadi solusi karena kepentingan setiap orang sangat berbeda. Edukasi sains di sekolah atau perguruan tinggi menjadi dasar untuk memancing pemahaman dan pemikiran kita dalam berteknologi. 

Karena penulis memiliki pengalaman empiris terkait fenomena ini, juga sebagai kaum hawa yang tinggal di Indonesia, penulis bisa menyimpulkan bahwa skincare adalah kebutuhan yang tidak akan lekang oleh waktu. Untuk itu, topik permasalahan mengenai skincare yang dikaitkan dengan sains dan teknologi sangat menarik untuk dibahas. Dengan adanya media sosial, diharapkan masyarakat lebih jeli dalam menentukan produk yang sesuai dengan dirinya, bukannya justru sebaliknya. 

Demikian pula dengan keberadaan e-commerce, tidak lain untuk memudahkan masyarakat dalam membeli produk yang diinginkan, bukannya malah menjerumuskan masyarakat untuk membeli produk palsu. Maka jalan keluarnya adalah edukasi terkait serba-serbi hal yang ingin dicari tahu. 

DAFTAR RUJUKAN

Anggraini, D. (2020, August 15). SKRIPSI PENGARUH BEAUTY VLOGGER SUHAY SALIM TERHADAP MINAT BELI PRODUK SKINCARE (Studi Kasus Pada Mahasiswi Fakultas Keguruan da. Repository Universitas Islam Riau. Retrieved June 10, 2023, from https://repository.uir.ac.id/15511/1/165210314.pdf

Haryanti, R., Suwantika, A. A., & Bratadiredja, M. A. (2020, October 13). Efek Toksik Merkuri dalam Krim Pencerah Wajah dari Perspektif Klinis | Haryanti | Indonesian Journal of Clinical Pharmacy. Jurnal Universitas Padjadjaran. Retrieved June 10, 2023, from https://jurnal.unpad.ac.id/ijcp/article/view/20588

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun