Indonesia saat ini telah memasuki era baru, yaitu era disrupsi. DR. Yakob Tomatala menjelaskan dalam artikelnya bahwa disrupsi dalam kepemimpinan adalah “mengubah atau menginovasi cara-cara kepemimpinan bekerja sesuai dengan perubahan dan perkembangan teknologi dan segala aspek peradaban yang dominan sehingga menjadi efektif, efisien dan sehat.”
Cragun & Sweetman (2016) mengidentifikasi lima pemicu gelombang disrupsi yang terjadi sejak 1980, yaitu :
- Teknologi (khususnya IT)
- Teori Manajemen (metode baru pengelolaan SDM, kepemimpinan, produksi dan bisnis)
- Peristiwa Ekonomi (peran negara, bank sentral, fluktuasi penawaran-permintaan)
- Daya Saing Global, dan
- Geopolitik (ketegangan antar wilayah).
Dalam menghadapi era disrupsi seorang pemimpin dituntut untuk pintar dalam membuat suatu perubahan maupun inovasi yang menyeluruh agar dapat bertahan di era ini. Dengan demikian, pemimpin harus mempersiapkan perusahaan atau organisasinya agar mampu terus beradaptasi dan berubah ditengah-tengah lingkungan yang berubah sangat cepat. Hal tersebut merupakan tantangan serius bagi pemimpin dalam mengembangkan perusahaan ataupun organisasinya kedepan.
Untuk dapat sukses diera disrupsi ini seorang pemimpin didorong untuk mengubah model kepemimpinannya di tiga area yaitu : bagaimana pemimpin berfikir (cognitive transformation), mengambil tindakan (behavioral transformation), dan bereaksi (emotional transformation).
Kepemimpinan di era disrupsi membutuhkan gerak cepat, dinamis, dan juga kreatif. Dimana semua gaya kepemimpinan dapat dipakai walaupun harus tetap ada gabungan maupun harmonisasi dari seluruh gaya kepemimpinan yang ada sehingga dapat menjawab tantangan yang ada pada era disrupsi ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H