Mohon tunggu...
Serly Indri Fikriani
Serly Indri Fikriani Mohon Tunggu... Lainnya - Helloo

Mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Krisis Moralitas Sosial: Pendidikan dan Lingkungan Memiliki Hubungan

1 November 2022   21:10 Diperbarui: 1 November 2022   21:14 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

  • Serly Indri Fikriani

Pembahasan perihal Covid-19 masih belum selesai dan menjadi perbincangan yang belum menemui ujungnya. Sudah hampir tiga tahun lamanya kasus covid-19 belum juga usai. Upaya tentunya sudah berulang kali dilakukan mulai dari yang berwujud dengan pembiasaan memakai masker, sampai pula pada upaya vaksinasi kepada masyarakat. 

Tentu terlihat segala upaya yang sudah dilakukan dan bukan hanya melihat dan pasrah pada keadaan. Tetapi nyatanya pula seakan virus tak mau lepas dan masih saja belum berhenti.

Adanya kelonggaran aturan di Indonesia bahkan dunia menjadi angin segar yang sangat ditunggu-tunggu. Pembelakuan wajib memakai masker, pembelajaran daring, WFH dan aturan perihal Covid lainnya sudah mulai tidak diberlakukan. Namun belum saja berselang lama, terdapat kabar bahwa di China, termasuk Wuhan memberlakukan kembali lockdown lokal.

Segala proses telah diikuti, mulai dari perkenalan pada Covid-19 yang diawali dengan hitungan orang per-orang tiap harinya, penyebaran yang mulai massif, penyakit yang menjadi pandemic, perubahan dalam berbagai bidang kehidupan sampai pada titik kenormalan baru. Tahapan tersebut diikuti harapan dengan titik akhirnya pada penyebaran virus covid-19 yang berhenti.

Covid-19 selama ini juga meninggalkan dampak yang masih coba dipulihkan bersama. Kegiatan ekonomi yang coba mulai dibangun kembali, penataan kebijakan sebagai langkah pembenahan, pendidikan yang coba dibangkitkan dan hal lainnya yang masih pada prosesnya. Kesemuanya coba distabilkan kembali setelah melewati masa-masa transisi yang panjang.

Pada bidang pendidikan sendiri, saat ini sudah diberlakukan pembelajaran secara tatap muka langsung. Hal tersebut menjadi hiburan tersendiri bagi siswa karena dapat kembali berinteraksi dan bemain secara langsung di sekolah. 

Sapaan dabn candaan bukan lagi dibatasi dengan layer laptop maupun gadget yang digunakan. Pertemuan antara guru dan siswa juga menjadi hal yang menyenangkan karena selama pembelajaran covid hanya bertemu secara tatap maya. Tentuu, dari sekian lama pembelajaran tatap maya yang dilakukan meninggalkan jejak dan ciri khas pada siswa dan guru itu sendiri.

 

Kilas Pendidikan dan Problematikanya

Pendidikan yang merupakan salah satu bagian penting dalam aspek kehidupan saat ini jelas terlihat dampaknya akibat covid-19. Berawal dari adanya pembelakuan belajar di rumah yang kiranya hanya beberapa waktu singkat saja, namun pada realitasnya hampir selama tiga tahun. Tidak sedikit dinamika yang terjadi akibat dari pemberlakuan kebijakan tersebut.

Tidak asingnya dengan pembahasan mengenai ketidaksiapan guru dalam menghadapi pembelajaran online menjadi hal yang terus didiskusikan. Adaptasi yang dilakukan bisa dikatakan diikuti dengan keterpaksaan keadaan ini akhirnya melahirkan problematika baru dalam pendidikan khsusunya di Indonesia.

Mengulas balik pada pembelajaran selama pandemic, dimana siswa secara full hanya dihadapkan dengan gadget tanpa adanya tatap maya. Pembelajaran secara online ini memang tidak sepenuhnya timpang pada kondisi negative saja, tetapi terdapat sisi positif dimana peran keluarga menjadi salah satu arah dalam mendidik karakter siswa.

Keberhasilan pendidikan berasal dari kolaborasi dan interaksi dari tiga elemen yaitu : guru, siswa dan orang tua. Belajar dari rumah menjadi aktivitas belajar yang di fasilitasi beragam profesi (Fatiha & Nuwa, 2020: 4). Untuk itu kesadaran akan peran yang diambil dalam merealisasikan pembelajaran yang efektiv menjadi upaya bersama.

Guru semaksimal mungkin menjalankan perannya dalam memberikan pelajaran kepada siswa. Begitupun orang tua yang memiliki tugas tambahan dalam mengawasi anak dalam proses pembelajaran. Namun pada peran siswa seringkali tidak selalunya berjalan lurus. Terkesan memberikan kebebasan dalam efisiensi pembelajaran menjadikan siswa terbuai dalam ruang kebebasan yang sudah terbiasa terbentuk.

Semua peran ditekan dalam paksaan adaptasi pendidikan secara online. Tidak cukup jika hanya menjalankan satu peran tanpa didukung dengan keberhasilan peran yang lainnya. Pendidikan memang masih dapat terus berjalan ditengah pandemic, namun kendala yang ditemukan selama proses tersebut diakumulasikan kedalam sebuah dampak pasca pandemic.

Moralitas pada Tiang Pendidikan

Pendidikan bukan hanya persoal ranah formal akademik, tetapi juga pembentukan identitas dan moral siswa. Sebuah bidang pendidikan juga bukan hanya mencetak siswa yang berprestasi, tetapi juga diikuti dengan moral yang baik dan sikap santun di masyarakat. Untuk itu menjadi tantangan berat ketika pendidikan terdampak besar akibat pandemic.

Melihat khusus pada perilaku siswa saat ini. Selang waktu hampir tiga tahun merupakan waktu yang panjang untuk sebuah pembiasaan terbentuk. Siswa yang seharusnya mendapatkan penanaman nilai-nilai moral dari sekolah justru terhambat. Akibatnya jangka panjang dan berpengaruh pada sifat dan sikap siswa ketika memasuki dunia sekolah secara langsung.

Lingkungan sangat berpengaruh pada keikutsertaan pembentukan karakter siswa. Terlebih lagi selama pandemic yang setiap harinya selalu dihadapkan pada lingkungan yang sama. Pembentukan moral sangat berpengaruh pada kehidupan bermasyarakat kedepannya. Apabila karakter dan moral tidak memiliki pondasi yang lurus dan kuat maka kesiapan tersebut justru akan diiringi dengan sikap negative.

Misalnya ketika terdapat siswa dengan sifat yang terbiasa kasar karena dilingkupi pertemanan dengan bahasa dan perilaku yang kasar, maka akan tertanam dalam dirinya sikap tersebut. Dari perilaku tersebut, bukan hanya memiliki respon negative bagi diri siswa tersebut, tetapi juga akan berpengaruh pada citra lembaga sekolah yang bersangkutan.

Adanya kemerosotan nilai moral pada diri siswa sebagian besar sangat mempengaruhi kegiatan pembelajaran di sekolah. Saat ini banyak ditemui siswa dengan minim sopan santun dan memiliki tutur bahasa yang tidak sepatutnya diucapkan. 

Bukan hanya sepele perihal umur yang masih terlalu muda, tetapi karena kebiasaan yang salah dan terbawa pada lembaga sekolah. Hal tersebut sulit lagi untuk dirubah karena sudah tertanam pada diri siswa setelah berbulan-bulan bahkan bertahun lamanya.

Tata tertib juga seakan terlihat dilonggarkan, padahal kebijakan sekolah hanya masih menyesuaikan dan mencoba memahami keadaan. Tidak semua sekolah memang, tetapi pada kenyataannya sebagian besar sekolah pada semua tingkatan merasakan titik nol moral yang harus kembali ditingkatkan.

 Kondisi tersebut didasarkan pada sebuah tatanan kebiasaan yang terus berulang sehingga membentuk pola keajegan dalam diri siswa. Siswa yang terbiasa di rumahnya hidup secara bebas dan tidak terlalu memperdulikan urusan akademik akan terbawa pada saat sudah pembelajaran offline.

Misalnya pada sebuah sekolah di tingkatan SMA dimana siswa membolos pelajaran kelas tanpa ragu dan takut akan teguran yang akan diberikan. Lebih jauh lagi perihal pelanggaran yang sifatnya mengarah pada tindak kriminial seperti mencuri barang teman, bertengkar sampai pada pelecehan di sekolah.

Tidak semua dampak negative dirasakan di seluruh sekolah, namun pembahasan lebih menekankan pada kemungkinan terburuk yang ditemukan pada lembaga sekolah. Hal ini dapat digunakan sebagai perbandingan dan pencegahan dalam menekan perilaku buruk akibat krisis moralitas pada siswa.

Krisis moralitas itu sendiri merupakan pudarnya sikap, karakter, dan perilaku yang berhubungan dengan kebaikan dari seseorang. Pada dasarnya karakter merupakan suatu implementasi dari tingkah laku dan sikap seseorang, dimana sikap dan karakter tersebut merupakan salah satu pilar penting yang menentukan jalan hidupnya seseorang tersebut (Mewar, 2020: 134).

Pada pembahasan moralitas setelah pandemic tentunya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar sebagai faktor pembentuknya. Lingkungan akan mempengaruhi individu dalam penanaman nilai-nilai yang ia temui setiap harinya. Secara tidak sadar perlakuan pola yang sama setiap harinya membentuk karakter pada individu. Selanjutnya dari situlah berjaring luas pada sistem sosial masyarakatnya termasuk di sekolah.

Apabila sistem sosial itu dipengaruhi oleh lingkungan maka berarti sistem sosial tersebut terbuka yaitu menerima unsur-unsur dari luar. Sistem sosial yang terbuka di masyarakat juga akan menimbulkan jalinan ikatan unsur-unsur dengan unsur lainnya (jalinan internal) dan saling pertukaran antara sistem sosial itu sendiri dengan lingkungannya (jalinan eksternal).

Terdapatnya jalinan sistem juga menjadi pertanda adanya batasan antara sistem sosial tersebut dengan lingkungannya. Sebagai konsekuensi dari sistem sosial yang bersifat terbuka yang mengalami pertukaran dengan lingkungannya dapat menimbulkan perubahan pada sistem sosial itu. Perubahan yang diakui sebagai unsur yang dinamis itu ditata sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kegoncangan dalam sistem sosial itu.

Moralitas dalam sistem sosial ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu moralitas heteronom dan moralitas otonom. Moralitas heteronom adalah moralitas yang dilakukan bukan atas dasar pada kehendak diri sendiri, melainkan adanya dorongan dari pihak luar. 

Misalnya seperti menaati peraturan sekolah karena adanya unsur paksaan dari kebijakan yang berlaku. Dari hal ini sebenarnya dalam proses menjaga stabilitas sistem sosial melalui aturan yang ada, namun ketika tindakan tersebut hanya semata dilakukan karena takluk pada orang lain maka ikut pula akan menghancurkan moral (Wahyuni, 2021:245)

Sedangkan bagi moralitas otonom, individu secara normal dapat memerintahkan dirinya dalam berbagai macam masalah moral dan secara efektif dapat mengendalikan diri (Wahyuni,2021:245). Moralitas ini memiliki kehendak sebagai prinsip moral tertinggi. Ketika individu mengendalikan diri pada perilakunya, maka akan sejalan dengan tata nilai norma yang berlaku, begitupun sebaliknya.

Kesimpulan -- Oleh karena itu...

Pandemic covid-19 memiliki dampak pada segala bidang kehidupan. Pembahasan terkhusus soal pendidikan memperlihatkan dinamika selama proses pembelajaran transisi covid-19 berlangsung. Permulaan pada kebijakan belajar di rumah yang sempat menjadi pro dan kontra namun tetap digunakan sebagai langkah solutif mengatasi pembelajaran selama pandemic.

Setelah kasus covid-19 berangsur turun dan akhirnya angin segar dunia pendidikan mulai terlihat dengan kegiatan belajar secara offline. Memang tidak langsung begitu saja, sempat ada tahapan dimana 50% dan kebijakan lainnya. Namun pada akhirnya kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung secara full di sekolah.

Untuk itu adanya adaptasi kembali pada semua peran tokoh pendidikan. Siswa yang tadinya dapat belajar di rumah dengan bebas melakukan apa saja menjadi terpaku pada aturan sekolah. Pada akhirnya karakter siswa terbawa ke sekolah. Hal tersebut dapat memperlihatkan bahwa terdapat kemerosotan moral pada siswa.

Pada dasarnya sekolah bukanlah tempat untuk belajar secara formal saja, tetapi lebih pada pembentukan moral dan kesiapan untuk hidup dalam masyarakat. Krisis moralitas menjadi permasalahan yang besar dan harus dihadapi di sekolah. 

Pembiasaan dan control sosial yang melemah mengakibatkan moral siswa berbanding terbalik pada kondisi yang diharapkan. Mengacu pada sistem sosial yang dibawa dalam lingkungan sekitarnya dapat merubah sistem sosial tersebut.

Referensi :

Fadilah,Rabi'ah,dkk. 2021. Pendidikan Karakter. Jawa Timur. Cv Agrapana Media

Fatiha,Nurul & Nuwa,Gisella. 2020. Kemerosotan Moral pada Masa Pandemic Covid-19:Meneropong Eksistensi Guru Pendidikan Agama Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam, Prodi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Bone, Vol. 1, No. 2

Mewar, Muhammad Rafi Athallah. 2020. Krisis Moralitas Pada Remaja di Tengah PandemiCovid-19. Jurnal Perspektif -- Yayasan Jaringan Kerja Pendidikan

Wahyuni, Yeni. 2021. Problematika Moralitas Anak pada Masa Pandemi Covid-19 PerspektifImmanuel Kant: Studi Kasus Di Kampung Cikaso Desa Sukamukti Kecamatan Cisompet Kabupaten Garut. Jurnal Penelitian Ilmu Ushuluddin Vol. 1 No. 3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun